Oleh Ilham Abdul Jabar
Dewan Guru Pesantren Al Hikmah Mugarsari Kota Tasikmalaya
Aktivis Muda Nahdlatul Ulama
Seperti yang kita ketahui, kita berpuasa di bulan ramadhan adalah bagian dari memenuhi kewajiban rukun Islam. Namun apa jadinya jika kita melihat penyebutan urutan rukun islam dari hadis Rasulullah, kita akan menemukan 2 hadits shahi yang urutannya berbeda. Riwayat yang satu, Rasulullah mendahulukan puasa ramadhan daripada haji dan hadits sahih yang satunya lagi justru Rasulullah menyebut haji dulu, baru puasa ramadhan.
Ternyata penyebutan puasa Ramadhan dan Haji dalam dua hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim telah menjadi bahan kajian menarik para ulama terdahulu. Kali ini, saya akan menelisik dua hadits tersebut beserta penjelasan ulama terkait perbedaan urutan tersebut.
Dalam Shahih Bukhari, terdapat hadits yang menyebutkan urutan rukun Islam dengan mendahulukan puasa Ramadhan sebelum haji:
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ، عَنْ مَالِكٍ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ”بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ، وَحَجِّ البَيْتِ”
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Islam dibangun atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah.”(Shahih Bukhari, Kitab al-Iman, No. 8)
Sementara itu, dalam Shahih Muslim, terdapat hadits yang menyebutkan urutan rukun Islam, dengan mendahulukan haji sebelum puasa Ramadhan:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا يَحْيَى، عَنْ شُعْبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ ”بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَالْحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ”
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik, Nabi Muhammad ﷺ bersabda: ‘Islam dibangun atas lima perkara: Bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah, dan puasa di bulan Ramadhan.”(Shahih Muslim, Kitab al-Iman, No. 16)
Pandangan ulama
Menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Barinya (Syarah Shahih Bukhari) menjelaskan bahwa perbedaan urutan ini tidak mengurangi makna hadits. Beliau menyatakan:
فِي هَذَا إِشَارَةٌ إِلَى أَنَّ الرِّوَايَةَ بِالْمَعْنَى جَائِزَةٌ، وَأَنَّ الْحِفْظَ لَيْسَ شَرْطًا فِي كُلِّ الْأَحَادِيثِ.
“Dalam hal ini terdapat isyarat bahwa riwayat secara makna diperbolehkan, dan bahwa hafalan (lafaz persis) bukanlah syarat dalam semua hadits.”(Fath al-Bari, Jilid 1, Halaman 128)
Imam Nawawi dalam Al Minhajnya (Syarah Shahih Muslim) menjelaskan urutan dalam hadits tidak selalu menunjukkan prioritas atau keutamaan. Beliau menegaskan:
لَا يَلْزَمُ مِنْ تَقْدِيمِ الْحَجِّ عَلَى الصَّوْمِ أَوْ بِالْعَكْسِ أَنْ يَكُونَ أَحَدُهُمَا أَفْضَلَ مِنَ الْآخَرِ
“Tidak harus dari mendahulukan haji atas puasa atau sebaliknya bahwa salah satunya lebih utama daripada yang lain.”(Al Minhaj, Jilid 1, Halaman 156)
Imam al-Qurthubi dalam al-Mufhimnya menyatakan perbedaan urutan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan konteks saat Nabi ﷺ menyampaikan hadits. Beliau menjelaskan:
لَعَلَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَرَهَا بِهَذِهِ الْوَجْهِ فِي مَوْقِفٍ، وَبِالْوَجْهِ الْآخَرِ فِي مَوْقِفٍ آخَرَ.”
“Mungkin Nabi ﷺ menyebutkannya dengan urutan ini dalam satu kesempatan, dan dengan urutan lain dalam kesempatan yang berbeda.”(al-Mufhim, Jilid 2, Halaman 89)
Jadi, sebetulnya perbedaan urutan penyebutan puasa Ramadhan dan haji dalam dua hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengurangi keabsahan atau makna hadits tersebut. Hal ini lebih disebabkan oleh variasi dalam periwayatan atau perbedaan konteks penyampaian Nabi ﷺ. Para ulama sepakat bahwa urutan tidak mempengaruhi keutamaan atau prioritas rukun Islam. Yang terpenting adalah memahami bahwa kelima rukun tersebut merupakan pondasi utama dalam Islam.
Referensi, Shahih Bukhari, Kitab al-Iman, No. 8, Shahih Muslim, Kitab al-Iman, No. 16. Kemudian Fath al-Bari, karya Ibnu Hajar al-Asqalani, Jilid 1, Halaman 128. Al Minhaj, karya Imam Nawawi, Jilid 1, Halaman 156. Dan Al-Mufhim, karya Imam al-Qurthubi, Jilid 2, Halaman 89.***