KAPOL.ID–Satu lagi potensi wisata pantai Cipatujah: Muara Cinta. Sejak Idulfitri 1441 H, berangsur banyak pengunjung ke sana. Bukan hanya orang Tasikmalaya; melainkan dari Bandung, Bekasi, hingga Jakarta.
Pantainya tak berkarang. Semua pasir. Aman untuk tempat bermain bocah. Bisa berenang juga, karena kedalamannya cuma (kira-kira) 50 cm. Ada penjaga juga yang setiap waktu siaga mengawasi pengunjung.
Muara Cinta terletak di Kampung Alur, Rt 02 Rw 08, Desa Ciheras, Kecamatan Cipatujah, Kabupaten Tasikmalaya. Sarno, Ketua Rt 02, adalah sosok yang berinisiatif menata Muara Cinta. Bersama seorang kawannya, Endang.
Sarno dan Endang mengemukakan, bahwa sejatinya tidak ada hal istimewa yang melatar belakangi penamaan Muara Cinta. “Ya, itu mah mungkin cuma buat daya tarik aja, pake kata ‘cinta’,” katanya kepada kapol.id.
Namun belakangan sebagian publik sekitar Cipatujah membangun narasi. Katanya, Muara Cinta merupakan tempat pertemuan dua anak sungai: Cipangukusan dan Talijah. Masing-masing sungai membawa cinta, bermuara di sana, sebelum akhirnya menyatu di singgasana lautan luas.
“Kalau sekarang mah yang pacaran juga banyak yang ketemuannya di sini. Ya, bikin muara cinta mereka, kira-kira,” Sarno menambahkan, setengah bergurau.
Sejauh ini, Sarno dan Endang lah yang fokus menata Muara Cinta. Perlahan mereka mendirikan saung. Satu, dua, hingga sekarang sudah berdiri tujuh saung. Modalnya, swadaya saja.
Sarno dan Endang tidak memungut banyaran (karcis) dari pengunjung. Mereka sadar diri, bahwa belum ada surat izin untuk Muara Cinta sebagai kawasan wisata dari dinas terkait.
“Kami tidak mau disebut oknum. Ini mah itung-itung promosi aja dulu. Karena pontesinya ada. Izinnya juga sedang diusahakan oleh pihak (pemerintah) desa,” terang Endang.
Sekitar sedekade lalu, kata Sarno dan Endang, pantai yang kini dikenal Muara Cinta itu tersentuh program Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya; penanaman pohon mangrove. Tapi kini tak tersisa satu pohon pun, karena hanyut diterjang gelombang.
Memang, kata Sarno dan Endang, kondisi air di Muara Cinta tidak stabil. Kadang dua hari pasang, selanjutnya surut. Karena pantai tersebut merupakan muara bagi dua sungai, jadi air selalu pasang setiap musim hujan.
Sarno (baju merah) dan Endang (tanpa baju), dua sosok penata Muara Cinta, hampir setiap waktu ada di pantai untuk menjaga sekaligus mengawasi pengunjung. (Foto: Amra Iska)
Seiring dengan program penanaman pohon mangrove juga, warga mengajukan bantuan pembangunan jalan. Permohonan itu terkabul pada 2010, dari Dinas Kelautan dan Dinas Pertanian. Jalan pun dibangun sepanjang 420 m.
“Setelah ada jalan (sampai ke bibir pantai), dipikir-pikir sayang juga kalau hanya dipake lalau-lalang warga, sementara suasa pantainya bikin betah. Ya sudah, ditata saja,” lanjut Sarno.
Setelah itu, setiap hari ada saja pengunjung. Tidak pernah kosong. Empat sampai lima motor datang silih berganti. Satu rombongan pulang, rombongan lain datang.
“Paling sedikit sekitar 50-an orang mah ada pengunjung per hari,” Endang menyambung keterangan Sarno.
Di samping belum mengantongi surat izin, kendala lain bagi Muara Cinta adalah tempat parkir. Terutama untuk kendaraan roda empat, atau lebih. Jalan yang ada juga hanya cukup untuk satu mobil kecil.
Sekalipun demikian, besar harapan Sarno dan Endang agar Muara Cinta bisa maju, selayaknya tempat-tempat wisata lainnya. Mereka berpendirian bahwa bagi masyarakat lokal, penting untuk mengembangkan aset daerahnya, sepanjang potensinya ada.
“Saya bercermin ke Pantai Bubujung (tidak jauh dari sana). Dari dulu sampai sekarang, kondisinya begitu-begitu saja. Karena memang tidak ada pengelolaan yang baik. Pemerintah tidak turun tangan, warga juga tidak mendesak,” Endang menandaskan.
—- Support KAPOL with subscribe, like, share, and comment —-
Youtube : https://www.youtube.com/c/kapoltv
Portal Web: https://kapol.tv
Twiter : https://twitter.com/kapoltv
Facebook : https://www.facebook.com/kabar.pol
Instagram : https://www.instagram.com/kapol_id
Portal Inside : https://kapol.id/