Oleh Ilham Abdul Jabar
Dewan Guru Kelas Mahasiswa Pesantren Al Hikmah Mugarsari dan Aktivis Muda Nahdlatul Ulama Kota Tasikmalaya.
Kemarin sore (Jumat,10/03), saya diminta untuk menjadi pemateri di acara Mapaba PMII Kampus IAIT Fakultas Syariah.
Saya diminta untuk memantik materi sejarah doktrin paham islam Aswaja di Indonesia.” Banyak yang saya sampaikan, namun yang ingin saya tulis di sini adalah penafsiran saya terhadap keimanan.
Seperti yang kita pahami bersama, puncak dari keimanan adalah percaya terhadap hal yang gaib. Namun penafsiran saya sendiri mengenai percaya terhadap hal yang gaib itu bukan hanya yakin akan ada nya suatu yang belum pernah kita lihat. Seperti surga dan neraka, malaikat dan iblis dan lain sebagainya.
Namun yang jarang dibahas adalah, takut orang lain tahu. Walaupun kita sendiri itu termasuk bagian dari iman terhadap yang gaib.
Misal, orang yang beriman tak akan berani melakukan keburukan yang dampaknya terhadap orang lain. Sekalipun dia akan diuntungkan dan dia yakini jika hal itu dilakukan, orang lain pun tak akan ada yang tahu.
Rasullullah menyampaikan bahwa :
المؤمن يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“Orang yang beriman itu akan mencintai sosial sebagaimana ia mencintai diri personalnya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Kenapa demikian.? karena dia sudah merasa selalu diawasi oleh orang banyak, sekalipun dia sendiri.
Ini dibuktikan dengan sabda Rasullullah :
من سرته حسنته وساءته سيئته فهو مؤمن
“Siapa saja yang kebaikannya membuat dirinya senang dan kejahatannya membuat dirinya sedih dan sakit, maka ia adalah orang beriman,” (HR Ahmad, At-Thabarani, dan Al-Hakim).
Dan sabda Rasullullah :
أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم أخلاقا
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya.”
Sedikit mengutip apa yang disampaikan Mustasyar PBNU Dr (HC) KH Afifudin Muhajir. Akhlak itu adalah sifat yang sama sama tak berani berlaku buruk kepada selain dirinya, sekalipun dia sedang sendiri.
Terakhir, saya kutip pesan dari kalamullah :
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”[Al-A’raf Ayat 96]***