KAPOL.ID –
Pemerintah provinsi (Pemprov) Bali menerbitkan Surat Edaran (SE) nomor 9 tahun 2025 yang melarang penggunaan kemasan sekali pakai dan meminta masyarakat beralih menggunakan kemasan guna ulang.
Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi tumpukan sampah plastik sekali pakai yang terus menggunung di daerah tersebut.
Penerbitan SE ini kemudian menimbulkan pro dan kontra bagi beberapa kalangan. Hal ini lantaran penggunaan kemasan plastik sekali dinilai masih parsial karena hanya menyasar kemasan air minum dalam kemasan (AMDK).
Mantan anggota DPR dan DPD RI, I Gede Pasek Suardika kebijakan akan terlihat konsisten. Apabila minuman kemasan sachet, plastik gula pasir, plastik pembungkus beras, dan lainnya juga tidak boleh dijual.
“Melarang produk yang telah berizin dan membayar pajak di Republik ini adalah bentuk kesewenang-wenangan. Ketidakmampuan dalam mengatasi sampah lalu menyalahkan pihak lain adalah bukti ketidakmengertian menyelesaikan akar masalah,” kata Gede Pasek dalam akun Facebooknya.
Gede Pasek mengatakan, bekas plastik AMDK bisa di daur ulang dan terbukti masih memiliki nilai ekonomis relatif tinggi dibanding kemasan plastik lainnya. SE tersebut tidak menjadi solusi untuk menyelesaikan akar permasalah sampah yang ada di Bali.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementerian Lingkungan Hidup (SIPSN KLHK), timbulan sampah di Bali pada tahun 2024 mencapai 1,2 juta ton. Denpasar menjadi kota penyumbang terbesar dengan sekitar 360 ribu ton.
Sekitar 60 persen merupakan sampah organik (sisa makanan, ranting kayu). Sedangkan sisanya merupakan sampah anorganik dengan rincian kertas 11 persen, besi 2 persen, gelas 2 persen, dan lain-lain 5 persen.
Gede Pasek menilai bila peraturan ini konsisten, maka semua berbagai jenis plastik lainnya bisa dilarang.
Seperti diketahui, Gubernur Bali, Wayan Koster menerbitkan SE Nomor 9 Tahun 2025 tentang Gerakan Bali Bersih Sampah. Gerakannya akan dimulai pada 11 April 2025 nanti.***