Oleh Nizar Machyuzaar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), entri kata politisi dibatasi sebagai orang-orang yang bergerak dalam bidang politik; ahli-ahli politik.
Batasan orang-orang yang bergerak dalam bidang politik menandakan batasan kata politisi yang longgar, yakni siapa pun yang bergerak (berprofesi) dalam bidang politik. Sementara itu, batasan ahli-ahli politik menandai kata politisi sebagai orang yang menguasai politik secara teoretis dan praktis.
Kata serapan ini akrab digunakan pemakai bahasa Indonesia seiring dengan perhelatan pesta demokrasi, yakni pemilihan umum (pemilu).
Kita mengingat Pemilu Serentak 2019 pada bulan April yang memotret ragam politisi dalam pemilu presiden (pilpres), pemilu legislatif (pilleg), dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Sementara itu, pada bulan Desember 2020 pemilihan serentak dihelat untuk mendaulat para kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota se-Indonesia.
Pemilu menyertakan pesertanya, baik dukungan partai atau perseorangan/independen. Di samping itu, daftar pemilih tetap (DPT) yang ditabulasikan oleh penyelenggaranya, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI dan Daerah, dapat dinisbat sebagai bagian tak terpisahkan dari peserta pemilu.
Tim sukses, simpatisan, dan donatur pun adalah politisi dalam batasan longgar dan praktis. Bahkan, kata politisi dapat melabeli pemilih yang tidak menentukan hak suaranya, lepas dari alasan kesengajaan atau ketidaksengajaan.
Baru-baru ini, kata politisi sedemikian akrab di pelihatan dan pendengaran citizen dan netizen. Tak lain dan tak bukan adalah keberhasilan operasi tangkap tangan (OTT) lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas beberapa kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Kita pun masih memiliki ingatan kolektif dan rekam digital atas kasus-kasus korupsi yang menjerat politisi partai di lembaga legislatif pusat dan daerah.
Dalam collinsdictionary.com kata benda politics didefinisikan sebagai are the actions or activities concerned with achieving and using power in a country or society. Dalam bahasa Indonesia kata ini diserap melalui bahasa Belanda politiek. Untuk mengacu kepada orang yang bergerak dalam bidang politik, baik tunggal atau jamak, diturunkan kata politisi.
Sampai di sini, kita percaya bahwa kata politisi bermakna netral sebagaimana terbaca di atas. Hal ini teristimewa. Sebabnya, bahasa (baca: kata) dapat mengalami perubahan makna dalam penggunaannya sesuai dengan perkembangan pengetahuan dan tujuan pemakai. Kata politisi dapat ditempatkan dalam medan makna yang bergerak ke arah positif (baik) dan negatif (buruk) bergantung pada konteks situasi peristiwa bahasanya.
Perubahan makna kata menjadi lugas termaktub dalam batasan kata yang menjadi bentuk bersaing kata politisi, yakni politikus.
Dalam KBBI, batasan kata politikus terbaca 1) ahli politik; ahli kenegaraan; dan 2) orang yang berkecimpung dalam bidang politik. Batasan politikus lebih luas karena memuat batasan ahli kenegaraan. Sebagai pengguna bahasa Indonesia, kita dapat memilih salah satunya yang mencerminkan diksi dan gaya bahasa bernilai rasa.
Namun, kata politikus dapat juga ditempatkan dalam perubahan makna lain. Tadi kita menukil bahwa kata politisi mengalami perubahan makna dalam medan asosiasi baik dan buruk. Untuk kata politikus, selain sebagai bentuk bersaing dari kata politisi, kata ini juga dapat ditempatkan dalam gejala polisemi, yakni bentukan kata bermakna jamak.
Kata ini dapat diturunkan dari proses yang berbeda, yakni dari partikel poly (diserap penulisannya menjadi poli dalam bahasa Indonesia) yang bermakna banyak dan kata tikus (kata benda) yang bermakna nama hewan. Kita dapat menyebut kesejajaran bentuk ini dengan bentukan lainnya, seperti poliklinik, politeknik, poligami, dan sebagainya.
Analogi bentukan selingkung dapat menjadi pemerkuat nilai rasa dalam menyambut hajat pemilihan 2024. Dalam bentukan kata politisi, kita dapat mengasosiasikannya dengan bentukan lain, seperti akademisi, praktisi, teoretisi, dan sebagainya. Sementara untuk bentukan selingkung politikus, kita dapat mengasosiasikannya dengan bentukan kritikus, komikus, dan sebagainya. Hal ini menandai bahwa diksi dan gaya bahasa tidak hanya bernilai rasa, tetapi juga berciri manasuka.
Mangkubumi, 14 Juni 2021
Nizar Machyuzaar
Esais, aktif di organisasi Mata Pelajar Indonesia, Sanggar Sastra Tasik, Teater Ambang Wuruk, Gelanggang Sasindo Unpad. Karya tulis dimuat di Laman Artikel Badan Bahasa Kemdikbud, Koran Tempo, Majalah Tempo, Pikiran Rakyat, Bandung Pos, Kabar Priangan, dan beberapa portal berita digital. Karya: Buku puisi bersama Doa Kecil (1999), buku puisi tunggal Di Puncak Gunung Nun (2001), dan buku Kumpulan Puisi Bersama Muktamar Penyair Jawa Barat (2003).
Aktivitas sehari-hari mengajar di SMA swasta dan di bimbingan belajar. Artikel bahasa dimuat di Kolom Bahasa Majalah Tempo, Wisata Bahasa Pikiran Rakyat, artikel bahasa di beberapa porta berita digital, seperti kapol.id. Terbaru, puisi dan esai dimuat di Wisata Bahasa Pikiran Rakyat (25 Mei 2021).
https://majalah.tempo.co/read/bahasa/163266/kolom-bahasa
http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/3491/emel-acep-dari-membaca-lambang-making-love-sampai-mobile-legend
https://borobudurwriters.id/sajak-sajak/puisi-puisi-nizar-machyuzaar/