OPINI

Sebuah Kritikan Untuk Buku Aswaja Materialis

×

Sebuah Kritikan Untuk Buku Aswaja Materialis

Sebarkan artikel ini

Ilham Abdul Jabar
Wakil Ketua 3 PC PMII Kota Tasikmalaya, juga Pengajar Kelas Mahasiswa Pesantren Al Hikmah Mugarsari

Sebelum saya mengkritik buku “Aswaja Materialis” karya Moh Roychan Fajar ini, sedikit akan saya kenalkan tiga kritikus Islam kontemporer. Kenapa demikian? Agar pembaca bisa memahami kritikan saya dengan terstruktur dan sistematis.

Pada Abad 19 terkenal tiga tokoh kritikus Islam kontemporer yaitu Muhammad Abied Al Jabiri, Muhammad Arkoun dan Hassan Hanafi. Mereka ini dapat disejajarkan sebagai pemikir yang melakukan proyek pembaharuan Islam dalam bentuk narasi yang besar. Al Jabiri memproyeksikan diri secara intens untuk melakukan Kritik Nalar Arab (Naqd al ‘Aql al ‘Arabi). Arkoun memproyeksikan diri untuk melakukan Kritik Nalar Islam (Naqd al ‘Aql al Dini). Dan Hassan Hanafi tekun dalam proyek besarnya, yaitu Tradisi dan Pembaharuan (al Turats wa al Tajdid).

Namun, bagi saya, al Jabiri memiliki keunikan tersendiri. Ketokohannya dalam bidang turats tidak perlu diragukan lagi. Ia hadir sebagai orang yang banyak memberikan pengaruh terhadap revolusi di dunia Arab. Pemikiran tokoh teoritis turats ini dianut oleh beberapa tokoh, termasuk tokoh asal Indonesia. Ahmad Baso sendiri menganggap, teori-teori al Jabiri dalam kritik turats banyak memengaruhi Kiai Said Aqil Siradj. Yang mengkritik konsep Aswaja madzhabi menjadi Manhaji, yang sekarang dikenal dengan Aswaja Manhajl Fiqr wal Harakah.

Memang diantara pengkaji turats, Al Jabiri ini diakui oleh banyak orang, meskipun juga dikritik. Namun ia lebih teoritis dan aplikatif dalam memahami dan menyikapi warisan masa lalu. Secara beliau ini Guru Besar Filsafat dan Pemikiran Islam di Fakultas Sastra, Universitas Muhammad V, Rabat Maroko.

Moh Roychan

Lalu korelasinya dengan kritikan saya terhadap buku Moh Roychan apa?

Begini, inti pembahasan dari bukunya Moh Roychan ini adalah kritikan dia terhadap konsep Aswaja Manhajl Fiqr wal Harakah. Menurutnya konsepan Kiai Sa’id ini tidak berdampak apapun untuk tatanan sosial. Lalu dia menyuguhkan pemikiran awamnya dengan diberi nama Aswaja Sains Marxisme dan Post-Moderatisme Islam.

Entah pengaruh dari mana dia menyuguhkan filsafat Karl Marx. Padahal ditinjau fakultatifnya, ia lulusan fakultas Tarbiyah di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika). Ditinjau dari ilmu yang ia geluti juga sungguh tidak linier.

Lalu, ia mengkritik konsep Aswaja Manhajl Fiqr wal Harakah-nya Kiai Said, yang pemikirannya dipengaruhi oleh pemikiran Abid Al Jabiri. Yang mana Abid Al Jabiri ini mengkritik konsep Materialisme-nya Karl Marx. Cek di buku “Kritik Nalar Arab” Hal.165-172.

Al Jabiri ini mengkritik pendekatan Marxis terhadap turâth Arab-Islam. Namun hemat saya Al Jabiri juga tidak akan sepakat kalau konsep Materialis Historis dan Dialektis dianggap satu satunya solusi problem sosial.

Hal ini pun menjadi suatu jawaban dari pertanyaan, kenapa buku Aswaja Materialis ini tidak dilirik para pemikir NU? Ya karena solusinya tidak tepat.

Kritikan dalam buku Aswaja Materialis ini memang merubah paradigma pembaca. Walau saya tidak tahu entah ia mengkritik sebagian NU struktural apa seluruhnya, namun yang pasti solusi yang disuguhkan–menurut saya– sangat tidak tepat.

Saran saya, daripada menyuguhkan Sains Marxisme, lebih baik membedah kembali Konsef Maqasidu Syari’ah-nya Abu Ishaq asy-Syathibi. Seorang Ulama Aswaja dari mazhab Maliki yang hidup pada masa Spanyol Islam.

Dari sana, coba bedah bagaimana pandangan beliau mengenai kaum mustad’afin (yang dilemahkan). Atau yang lebih kontemporernya kita bumikan kembali Fiqih Sosialnya Kiai MA Sahal Mahfudz beres.***