KAPOL.ID –
Sejumlah narasumber angkat bicara terkait isu BPA berbahaya di kemasan galon guna ulang.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi Lukman, tidak pernah menyatakan dukungannya terhadap pelabelan BPA kemasan pangan. Khususnya produk air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan polikarbonat.
Dia menduga ada pihak-pihak tertentu yang mencatut GAPMMI untuk tujuan persaingan usaha.
“Terkait pemberitaan di beberapa media yang mencatut nama GAPMMI, perlu saya luruskan. Saya tidak pernah diwawancarai terkait BPA galon,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (11/7/2023).
Demikian pula penyataan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi.
Dia seolah-olah mengeluarkan rilis kepada media tertanggal 30 Desember 2022. Dalam rilis tersebut, Tulus mengatakan minum dari galon guna ulang jauh lebih berbahaya karena frekuensinya rutin setiap hari. Dan terakumulasi dalam tubuh manusia selama bertahun-tahun.
“Jika dibandingkan bahaya kontaminasi BPA pada galon guna ulang justru 8 kali lebih besar daripada makanan kaleng. Membandingkan keduanya saja sudah sulit diterima akal sehat.”
“Seperti sudah kami tegaskan sebelumnya, terkait keamanan pangan, negara sudah hadir dalam konstitusi yang mengatur berbagai produk regulasi. Termasuk UU Perlindungan Konsumen, UU Pangan dan UU Kesehatan, PP Label dan Iklan Pangan,” ujar Tulus dalam rilisnya itu.
Dia mengatakan tidak pernah diwawancara apalagi membuat rilis terkait hal itu.
“Saya merasa tidak diwawancara media apalagi menyebut-nyebut soal bahaya BPA galon guna ulang. Darimana para media itu dapet pernyataan seperti itu?” ucapnya.
Ia menduga ada pihak-pihak yang membuat rilis palsu terkait pernyataannya di beberapa media.
“Sepertinya ada rilis palsu atas nama saya. Saya sudah protes ke wartawannya yang nulis tersebut, dan meminta agar beritanya di-take down,” katanya.
Sebelumnya, pencatutan nama juga dialami Ahli Teknologi Polimer dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI), Mochamad Chalid.
Saat itu dia diberitakan ada sejumlah fakta yang menunjukkan bahwa kandungan BPA pada kemasan galon guna ulang memiliki potensi paparan yang lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa etilen glikol (EG) pada kemasan PET.
Dia menyebut ada dua alasannya. Pertama, BPA galon guna ulang lebih mudah luruh dan bermigrasi dari kemasan ke makanan dan minuman.
Kedua, terkait dengan batas bahaya BPA yakni 0,6 ppm (bagian persejuta), sedangkan EG yakni 30 ppm, sehingga BPA 50 kali lebih berbahaya dibandingkan dengan EG.
“Artinya, sedikit saja kandungan BPA sudah berbahaya bagi tubuh, sedangkan untuk EG butuh 50 kali lebih banyak baru dikategorikan bahaya,” katanya.
Saat diklarifikasi terkait berita tersebut, Chalid menegaskan tidak pernah diwawancarai media terkait hal itu. Apalagi menyampaikan kesimpulan seperti itu.
“Sebagai narasumber yang dicantumkan dalam pemberitaan, saya berhak sekaligus berkewajiban memberikan klarifikasi terhadap tulisan pemberitaan yang keliru tersebut.”
“Saya tidak pernah diwawancarai oleh media dan tidak pernah memberikan pernyataan secara eksplisit maupun implisit, bahkan kesimpulan seperti itu,” tukasnya.
BPOM
Serupa juga dialami Bendahara Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU), dr. Makki Zamzami.
Saat itu, dia diberitakan menyampaikan bahwa bahaya BPA, terutama pada galon guna ulang sudah menjadi perhatian masyarakat Nahdlatul Ulama (NU).
Namun, dia langsung mengklarifikasi pemelintiran berita atas pernyataannya soal BPA galon guna ulang itu melalui NU Channel.
Dia menegaskan tidak pernah menyampaikan bahwa BPA galon guna ulang berbahaya. Menurutnya, saat itu dia hanya mengatakan ingin mendorong agar UU BPOM bisa segera disahkan.
Hal itu mengingat BPOM saat ini adalah satu-satunya sebagai frontliner terkait dengan pengawasan obat dan makanan.
Ia menuturkan, UU BPOM itu yang menjadi tujuan dalam diskusi yang dilakukannya saat wawancara.
Dengan harapan tidak ada lagi tumpang tindih BPOM dengan Kemenkes dalam hal sebagai pengawasan makanan dan obat.
Agar BPOM ini bisa lebih independen dalam menentukan atau menilai terkait obat dan makanan di Indonesia.
Senasib dengan Ketua Angkatan Muda Ka’bah Kota Bekasi, Ahmad Syahbana. Dan membantah telah mengatakan bahwa air galon guna ulang berbahaya bagi kesehatan. Pernyataannya itu hanya opini semata dan tidak disertai dengan bukti.
“Saya waktu diwawancarai cuma dimintai pendapat mengenai adanya temuan bahwa galon guna ulang itu bisa mengakibatkan penyakit bagi bayi dan calon bayi pada ibu hamil. Ya, jelas saya jawab, itu perlu diantisipasi,” katanya.
Ahmad mengatakan, ingin agar ada antisipasi dari masyarakat sebenarnya terhadap semua botol plastik yang mengandung BPA yang bisa membahayakan kesehatan.
“Yang saya maksud itu semua botol secara menyeluruh, bukan spesifik galon guna ulang. Maksud saya itu, jangan sampai ada zat kimia yang masuk ke tubuh.”
“Tapi saya juga hanya menyatakan pendapat saja dan tidak punya bukti juga. Kita juga kurang memahami spesifikasinya yang BPA ini secara khususnya seperti apa,” tuturnya.
Framing
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP), Efriza, juga diframing seolah-olah memberikan pernyataan terkait isu BPA.
Tulisan itu menyampaikan bahwa Efriza menekankan BPA memang masalah lama yang belum diselesaikan oleh pemerintah khususnya BPOM.
Terkait pernyataannya ini, dia mengakui bahwa PSKP sama sekali tidak pernah mengulas masalah kesehatan BPA dalam galon guna ulang. Terhadap kesehatan bayi, balita, dan janin pada ibu hamil.
Dia mengatakan hanya menyampaikan bahwa yang berwenang untuk mengatur keamanan pangan di Indonesia adalah negara yang dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
“Waktu itu, kan saya dimintai tanggapan oleh seorang wartawan mengenai adanya penelitian terkait dengan BPA itu. Dan dia menyampaikan ada perkembangan di berbagai negara soal bahaya BPA itu.”
“Ya saya katakan, jika memang ada temuan baru mengenai itu, harus dilakukan penelitian lagi,” ujarnya.
PSKP sama sekali tidak pernah melakukan penelitian dan menyampaikan pernyataan resmi mengenai bahaya BPA yang ada di dalam galon guna ulang.
“Dalam rilis yang diberikan kepada saya disebutkan ada sebuah penelitian yang dikhawatirkan kalau panas bercampur di dalam plastik itu akan berbahaya untuk kesehatan.”
“Jadi saya hanya dimintai tanggapan dan sama sekali tidak membuat pernyataan,” tuturnya.
Didesak
Efriza mengutarakan sebenarnya dia telah menyampaikan kepada wartawan itu bahwa dirinya tidak berkompeten untuk menanggapi permasalahan itu. Namun, karena terus didesak, dia pun memberikan tanggapan.
“Bahasa saya saat itu juga kalau memang ada permasalahan baru sebaiknya BPOM memperhatikan dan harus ada lagi riset terbaru. Jadi bukan mengatakan bahwa BPA galon guna ulang itu bermasalah,” ucapnya.
Kurniasih Mufidayati yang saat itu masih menjadi Anggota Komisi IX DPR RI (sekarang Wakil Ketua Komisi IX) tidak luput dari perlakuan framing bahaya BPA galon guna ulang.
Kurniasih menyampaikan pihaknya tidak mengeluarkan statemen terkait kandungan BPA dalam kemasan plastik seperti pemberitaan. Terlebih di dalamnya ada gerakan petisi terkait produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).***