Apakah sejarah berulang dengan bentuk yang baru, atau peradaban sama sekali baru tidak mengenal ulangan sejarah?
Pertanyaan ini bisa jadi titik berangkat yang menentukan posisi pikiran kita dalam membaca situasi terkini.
Konsekuensi dari sejarah yang berulang adalah manusia dapat belajar memahami peradaban dari peristiwa pada masa lalu. Manusia dapat mengantisipasi hal-hal yang akan terjadi berdasarkan peristiwa masa lalu. Fenomena yang akan sering terjadi adalah mengasosiasikan diri dengan figur atau aktor politik masa lalu atau sistem, gerakan, bahkan intrik-intrik yang pernah berhasil di masa silam.
Sementara jika memahami peradaban dengan garis linear dan tidak akan pernah ada pengulangan sejarah, manusia akan selalu berpikir berbeda. Konseuensi logis yang ditimbulkan adalah selalu mencari hal baru. Walaupun belajar pada masa lalu, cenderung meracik dan menyesuaikan dengan konteks saat ini. Tidak lantas menyandarkan prediksi seperti masa silam. Fenomena yang akan muncul adalah membuat perubahan terus menerus. Setidaknya, mengasosiasikan diri dengan figur, aktor politik, sistem, gerakan bahkan intrik tidak kian marak.
Kemungkinan terburuk dari anggapan sejarah yang berulang adalah cocoklogi. Seloroh untuk mencocok-cocokkan peristiwa terkini dengan masa lalu. Manusia bisa parno bahkan bisa tiba-tiba membenci sesuatu lantaran dianggap musuh pada masa lalu.
Sementar kemungkinan terburuk dari pikiran yang menganggap sejarah selalu baru adalah mengabaikan pola kausalitas sehingga tidak dapat memprediksi bahkan mengantisipasi sebuah peristiwa. Kemungkinan akan mengalami masa terpuruk melebihi peristiwa-peristiwa masa lalu.
Dikotomi pemikiran berulang atau tidak ini memang bukan jaminan peradaban manusia baik-baik saja atau tidak baik-baik saja. Hanya saja, membaca posisi pemikiran ini akan membantu manusia saat ini untuk menentukan cara-cara mencapai harapan. Setidaknya, manusia terhindar dari rasa frustasi pada saat membaca situasi terkini.
Akhirnya, belajar memahami masa lalu tetap penting. Tentu saja dengan terus berupaya mencari kebaruan tetap yang utama. Sebab, manusia tetap akan mati pada saatnya. Dan mereka yang berjasa membuat perubahan akan tetap dianggap hidup dan selalu dibahas dalam catatan sejarah berikutnya.
Oleh :
Ai Nurhidayat
Pendidik di SMK Bakti Karya Parigi
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Program Magister Universitas Paramadina, Penerima Beasiswa Guru.