KAPOL.ID–Kampung Naga masih sepi. Belum terlalu banyak pengunjung. Menu di warung-warung pun masih sangat terbatas.
Pandemi Covid-19 memang telah membawa kekhawatiran terhadap masyarakat kampung budaya di Kabupaten Tasikmalaya tersebut.
“Masyarakat sangat khawatir terhadap pengunjung, karena rata-rata berasal dari Jakarta atau orang yang sudah bepergian ke luar negeri,” terang Ucu Suherlan, Ketua Himpunan Pramuwisata Kampung Naga, Rabu (17/3/2021).
Di samping karena faktor khawatir terpapar Covid-19, Kampung Naga tutup juga karena mematuhi aturan pemerintah; yang sejak awal menutup semua daerah wisata.
Tambah Ucu, masa tutup Kampung Naga bahkan lebih lama dari tempat-tempat wisata lain yang ada di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.
Di masa adaptasi kebiasaan baru (AKB), Kampung Naga mulai menerima pengunjung. Tapi sangat terbatas serta dengan penjagaan ekstra ketat. Protokol kesehatan menjadi syarat yang tidak boleh diabaikan.
Baru dari kalangan pelajar yang boleh berkunjung ke Kampung Naga secara rombongan. Misalnya siswa SMP, SMA, atau mahasiswa yang sedang melakukan penelitian. Maksimal 50 orang.
“Itu pun saat masuk harus dipecah. Satu orang pemandu hanya untuk 20 pengunjung. Kalau 50 orang, berarti harus tiga orang pemandu. Kampung Naga ini kan sempit, jadi bisa menyebar tanpa berkerumun,” lanjut Ucu.
Kalaupun pengunjung perlu menginap, kata Ucu, mesti di luar kampung. Waktunya juga tidak boleh lebih dari satu malam.
Wakil Bupati Tasikmalaya, Deni R. Sagara berkunjung ke Kampung Naga, Rabu siang. Sambil menunggu rombongan Direktur Komersial dan Pengembangan PT. PGAS Telekomunikasi Nusantara di sana.
Deni bahkan sempat mengajak rombongan itu menuruni (dan menaiki) sejumlah 444 anak tangga yang ada di Kampung Naga. Rombongan tamu cukup antusias, walaupun tidak sampai masuk bagian perkampungan.
“Saya ke sini untuk memastikan bahwa berkunjung ke sini tetap menggunakan protokol kesehatan. Karena zaman sekarang berbeda dengan zaman sebelumnya,” ujar Deni.
Selama di Kampung Naga, selain berbincang-bincang dengan warga, juga mencoba “madu baja”. Yaitu sejenis jamu olahan warga lokal berbahan sejumlah rempah-rempah.
“Madu baja ini obat untuk berbagai jenis penyakit. Juga untuk meningkatkan stamina dan imunitas tubuh,” Ucu menerangkan.