BIROKRASI

Badan Kesbangpol Susun Model Toleransi Umat Beragama di Jawa Barat

×

Badan Kesbangpol Susun Model Toleransi Umat Beragama di Jawa Barat

Sebarkan artikel ini
IST

KAPOL.ID – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Jawa Barat berupaya untuk merumuskan variabel-variabel atau domain terkait toleransi umat beragama yang memuat karakteristik atau kekhasan masyarakat.

Hal teraebut, melalui kegiatan Penyusunan Model Toleransi Umat Beragama di Provinsi Jawa Barat (Metadata Indikator Toleransi Umat Beragama).

Variabel-variabel atau domain tersebut dapat menjadi dasar dalam melakukan penghitungan indeksasi toleransi umat beragama sesuai dengan kondisi faktual yang objektif.

Sebelum variabel-variabel tersebut dapat digunakan, penting untuk variabel tersebut dilakukan uji validitas dan realibilitas sebagai bentuk uji instrument.

Sehingga variabel-variabel dan indikator yang dirumuskan dapat diunakan sebagai alat ukur untuk menyusun indeks toleransi umat beragama di Jawa Barat.

Sekretaris Bakesbangpol Jawa Barat Sapta Julianto Dasuki mengatakan, hal ini untuk mengetahui secara lebih komprehensif indeks toleransi di wilayah ini.

“Kami mengapresiasi inisiatif tersebut. Ini kaitan sekali apa yg kami kerjakan mengenai indeks toleransi sehingga kita punya datanya. Ini sebagai sumbangsih buat kami untuk mengukur toleransi itu dari sudut mana saja dihitungnya,” ujarnya, dalam launching Model Pembangunan Toleransi di Jawa Barat, di Sany Rosa Hotel Bandung, Senin (30/10/2023).

Dengan adanya ini, diutarakan Sapta, pihaknya memiliki ukuran yang jelas dalam menentukan suatu daerah apakah toleran atau tidak.

Hal itu pula yang bakal menjadi pijakan pihaknya untuk melakukan perbaikan bila ada kejadian yang dinilai intoleran.

“Kami sudah punya ukuran jelas. Jika misal Jawa Barat dinilai intoleran kita siap memperbaiki, aspeknya apa aja. Mana yang harus di-push, kurang apa saja. Kita perlu kalau kurang kurangnya itu apa. Supaya tak kurang lagi,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Jabar Ruliadi sebagai project leader menambahkan, variabel-variabel tersebut dilakukan terlebih dahulu uji validitas dan realibilitas sebagai bentuk uji instrumen.

Sehingga variabel dan indikator yang dirumuskan bisa digunakan sebagai alat ukur untuk menyusun indeks toleransi umat beragama di Jabar.

“Uji instrumen dilakukan di tiga kota/kabupaten yang ada di Jabar mewakili wilayah Priangan, perkotaan, dan sub urban, seperti Kota Bandung, Depok, dan Kabupaten Tasikmalaya. Ada 90 responden dalam uji instrumen ini yang menggunakan metode multistage random sampling. Mereka pun diwawacara tatap muka per 11 Oktober sampai 25 Oktober 2023,” tuturnya.

Adapun temuan uji instrumen model pembangunan indeks toleransi umat beragama ini, ialah ada tiga variabel, yakni diskriminasi, tanpa kekerasan, dan inklusivitas.

“Variabel diskriminasi, indikatornya itu moderasi beragama, keadilan beragama dan keyakinan, serta relasi agama dan negara. Jika variabel tanpa kekerasan itu indikatornya, kebebasan beragama dan keyakinan tanpa kekerasan fisik, kebebasan beragama dan keyakinan tanpa kekerasan non fisik, sedangkan variabel inklusivitas indikatornya, kebebasan memilih dan dipimpin oleh orang yang berbeda agama, dan praktik keagamaan,” paparnya.

Ruliadi menegaskan, berdasarkan hasil uji instrumen metadata indeks toleransi umat beragama Jabar, dinyatakan ada tiga variabel dan tujuh indikator yang bisa digunakan sebagai alat ukur toleransi umat beragama di Jabar.

Ia menyusun indikator itu berdasarkan naskah akademik lalu memformulasikan berdasar teori-teori, pendekatan definisi kerukunan, dan lain-lain.

Jadi, secara akademisi bisa dipertanggungjawabkan, dan kami melakukan FGD bersama penggiat toleransi untuk menerima masukan apa saja. Setelah itu, kami uji instrumen ke kabupaten/kota. Memang samplingnya masih kecil angkanya, tapi saya kira penting indikator ini bisa digunakan dan diuji ke publik.

Ruliadi pun menekankan jika dalam mewujudkan toleransi tak bisa mengandalkan pemerintah saja, namun melibatkan seluruh pihak.

“Mudah-mudahan ini bisa jadi regulasi yang dibangun Pemprov Jabar, karena regulasi pemerintah menjadi unsur yang dinilai bagaimana keberpihakan aturan itu dalam menciptakan toleransi. Maka, dibuat keputusan gubernur supaya bisa menjadi rujukan kota/kabupaten,” pungkasnya. ***