Oleh Ade Elsa Nuranisa
Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Galuh
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital dalam semua aktivitas ekonomi. Dampak langsung perubahan harga minyak ini adalah perubahan-perubahan biaya operasional yang mengakibatkan tingkat keuntungan kegiatan investasi langsung terkoreksi.
Awal September 2022 lalu, pemerintah resmi menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite, solar, dan pertamax. Selain memberikan efek langsung kepada pengeluaran transportasi masyarakat, kenaikan BBM tentu akan berimbas pada kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.
Dari sisi ekonomi, kenaikan harga BBM jelas akan mendorong kenaikan biaya produksi, mendorong inflasi (cost push inflation) yang pada gilirannya akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil dan konsumsi rumah tangga.
Dampak Kenaikan
Kenaikan harga BBM yang menjadi kebijakan terbaru pemerintah memang tidak bisa dihindari. Namun, pemerintah perlu tegas untuk memastikan bahwa subsidi BBM sudah tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat tidak mampu serta masyarakat di daerah terpencil.
Ada banyak dampak dari kenaikan harga BBM ini, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah.
Pertama akan timbul penurunan daya beli dalam jangka pendek karena income effect (dampak pendapatan) yang mengalami penurunan. Meski demikian, bebannya akan berbeda menurut kelas pendapatan rumah tangga. Khususnya kelompok rumah tangga terbawah atau miskin yang tidak memiliki ruang yang cukup untuk menghadapi masalah cashflow jangka pendek.
Kedua, kenaikan harga bahan pokok. Kenaikan harga ini akan sangat berdampak bagi masyarakat menengah ke bawah. Ketiga, kenaikan harga BBM juga berdampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satunya peningkatan angka pengangguran. Pasalnya, BBM merupakan bahan dasar operasional perusahaan.
Kenaikan harga BBM akan membebani biaya produksi. Akhirnya, perusahaan harus mempertimbangkan efisiensi produksi. Maka pilihan yang harus diambil perusahaan adalah menghentikan proses perekrutan karyawan baru hingga terpaksa pemutusan hubungan kerja (PHK). Sehingga berpotensi meningkatkan angka pengangguran. Keempat, dengan meningkatnya angka pengangguran, maka akan berujung pada peningkatan juga tingkat kemiskinan Indonesia.
Pro-Kontra
Kenaikan harga BBM tentunya akan menuai kontra dari masyarakat menengah ke bawah, mahasiswa, dan para driver ojol. Sehingga aksi unjuk rasa pun digelar di sejumlah tempat diantaranya di kantor DPR, DPRD, dan istana negara. Tetapi, dibalik dampak kenaikan tersebut juga Pemerintah sendiri sudah menyiapkan sejumlah program untuk memitigasi potensi risiko dari kebijakan penyesuaian harga BBM. Terutama dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat rentan dan tak mampu.
Salah satunya adalah penambahan bantuan sosial sebesar Rp 24,17 triliun yang sudah mulai disalurkan sejak awal September ini. Bantuan sosial yang akan diterima langsung oleh masyarakat tak mampu itu disalurkan berupa BLT (Bantuan Tunai Langsung) bagi 20,65 juta penerima, BSU (Bantuan Subsidi Upah) bagi 16 juta pekerja, serta DAU dan DBH (Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil) yang ditransfer ke pemerintah daerah untuk subsidi transportasi angkutan umum, ojek online, dan lainnya.
Pemerintah juga mempunyai alasan mengapa harga BBM naik, tidak semena-mena untuk kesenangan pribadi. Alasan pemerintah menaikkan harga BBM yang dipicu oleh semakin besarnya beban subsidi dan ketidaktepatan sasaran pemberian subsidi BBM barangkali perlu ditinjau kembali. Jika pemerintah melihat subsidi sebagai sebuah beban, maka tentunya hal ini memang akan terasa memberatkan. Tetapi jika subsidi dipandang sebagai bentuk usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka subsidi tidak akan lagi menjadi sebagai sebuah beban bagi pemerintah.
Kesuksesan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam hal ini akan bisa dilihat dari seberapa besar subsidi yang dikucurkan oleh pemerintah. Dan, sebaliknya, rakyat akan melihat sejauh mana kemajuan pencapaian kinerja ekonomi pemerintah dari seberapa besar subsidi yang dikucurkan oleh pemerintah kepada mereka; semakin besar, maka semakin sukses pencapaian kinerja ekonomi pemerintah yang berkorelasi erat dengan peningkatan taraf hidup masyarakat.
Presiden Jokowi sempat mengatakan bahwa, “kenaikan harga BBM subsidi harus dilakukan mengingat gejolak yang terjadi pada harga minyak mentah dunia”. Di sisi lain, data menunjukkan penyaluran BBM subsidi yang sebelumnya 70 persen dinikmati oleh masyarakat mampu, sehingga dinilai tidak tepat sasaran. Pengalaman sebelumnya penyaluran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran membuat anggaran subsidi dan kompensasi dari APBN naik tiga kali lipat, dan hal itu akan naik terus jika pemerintah tidak segera mengambil keputusan tepat.
Mensikapi Kenaikan
Penyesuaian harga BBM sudah pasti akan berimbas terjadinya inflasi dengan naiknya harga barang/jasa dan kita harus mengeluarkan uang lebih untuk memenuhinya. Hendaknya kita tidak perlu panik dan tetap berpikir jernih dalam menghadapinya. Yang perlu kita jalani adalah bergaya hidup hemat, sehat dan tetap bahagia.
Kita dapat menjalani hidup lebih hemat dengan cara mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Misalnya untuk aktivitas dengan jarak tempuh yang dekat, kita bisa berjalan kaki atau bersepeda. Selain mengurangi biaya BBM, lebih sehat dan dapat mengurangi polusi udara. Pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari agar lebih selektif.
Pembelian barang/jasa didasarkan pada kebutuhan bukan keinginan. Pemakaian listrik, air, gas dan lainnya lebih dihemat agar beban biaya pengeluaran tersebut dapat ditekan. Penghematan lainnya terhadap pembiayaan kebutuhan sekunder seperti belanja pakaian, sepatu, asesoris, liburan/tamasya, nonton bioskop. Barang-barang lama yang masih bagus dan berfungsi baik, dapat dioptimalkan penggunaannya.
Dengan penyesuaian harga BBM, mari kita terapkan jiwa gotong-royong, diharapkan golongan mampu untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi, membayar pajak dan kewajiban lainnya dengan kesadaran tinggi. ***