SUMEDANG, (KAPOL).- Pemerintah Jepang terus berupaya mengalihkan sistem penerimaan tenaga kerja asing untuk negaranya dari Ginoujisyu (sistem magang) ke Tokuteiginou atau pekerja berketerampilan khusus (specified skilled worker).
Undang-undang baru yang memayungi masalah ketenagarakerjaan dan imigrasi ini sudah berlaku di Jepang sejak 1 April 2019.
Demikian terungkap dalam pertemuan antara Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir, ST., MM. dengan penguasaha terkemuka Jepang asal Wakayama City, Mr. Hironori Kadono di Gedung Negara, Kabupaten Sumedang, Selasa (15/10/2019).
Pertemuan antara kedua tokoh tersebut sebagai lanjutan dari pertemuan sebelumnya, yaitu pada 28 Juni 2019, di Wakayama City, Jepang.
Disebutkan bahwa kedatangan Mr. Kadono dan rombongan dari Wakayama City sebagai langkah konkret hubungan persaudaraan dan kerja sama antara kedua daerah.
Dari sekian banyak peluang kerja sama, bidang sumber daya manusia atau ketenagakerjaan adalah yang paling mendesak untuk segera dilaksanakan.
“Jepang sedang menghadapi masalah kekurangan tenaga kerja sebagai akibat penuaan penduduk dan menurunnya angka kelahiran,” ungkap H. Dony Munir.
Menanggapi itu, Mr. Hironori Kadono mengatakan, pemerintahan Jepang di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe sudah memberlakukan kebijakan baru efektif sejak 1 April 2019.
Dalam kebijakan tersebut tercantum kategori baru untuk visa pekerja (blue-collar), yang mencakup 14 sektor industri.
“Pemerintah Jepang menargetkan sekitar 350.000 pekerja asing bisa masuk dan diserap di berbagai sektor lapangan kerja di Jepang dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Anggota Kamar Dagang dan Industri yang sangat dihormati di Wakayama City itu menuturkan, bahwa pemerintah Jepang sekarang menerima banyak tekanan dari dunia usaha Jepang untuk mempercepat proses penerimaan tenaga kerja asing ke Jepang. Ia menjelaskan, sampai sejauh ini, dengan peraturan baru bidang keimigrasian dan ketenagakerjaan, ada dua cara yang bisa ditempuh untuk bisa bekerja di Jepang.
Pertama, calon pekerja harus lulus ujian tokuteiginou dan memiliki kemampuan berbahasa Jepang minimal N4.
Kedua, bagi mereka yang sudah pernah tinggal dan magang di Jepang selama 2 tahun 10 bulan bisa kembali bekerja di Jepang, tetapi harus kembali ke perusahaan yang sama atau bidang industri yang sama.
“Untuk ujian tokuteiginou di Indonesia menggunakan bahasa di Indonesia. Ini dilakukan untuk mempermudah proses pelulusan para calon pekerja Indonesia yang ingin bekerja di Jepang,” tambahnya.
Bagi mereka yang pernah magang di Jepang dan ingin memilih bidang pekerjaan lain, menurut Mr. Kadono, harus menguasai level-3 Zuiji (keahlian) kemudian mengikuti ujian tokuteiginou, serta memiliki kamampuan berbahasa minimal N4.
“Jika tidak lulus (ujian tokuteiginou) Anda hanya bisa kembali bekerja di perusahaan semula (tempat magang),” imbuh Mr. Kadono.
Dari 14 bidang industri yang kini terbuka untuk para pekerja asing, tutur Mr. Kadono, keperawatan dan care giver adalah yang paling mendesak.
Ia menyebutkan bahwa Pemerintah Jepang telah menyampaikan pengumuman lewat situs Kementerian Tenaga Kerja Indonesia, bahwa pemeritnah Jepang akan melaksanakan ujian tokuteiginou pada Oktober, November, dan Desember 2019.
Sebagai pengusaha yang telah lama menekuni bidang pendidikan,” ujar Mr. Kadono, maka siap membantu para calon pekerja, juga LPK-LPK di Indonesia yang akan mengikutsertakan anak didiknya pada tes tokuteiginou.
“Kami memiliki modul yang bisa menjamin kelulusan para peserta ujian,” ujarnya.
Untuk calon pekerja asal Sumedang, Mr. Kadono mengungkapkan bahwa pihaknya akan berusaha keras untuk menerima para calon tenaga kerja yang ada untuk bisa segera berangkat ke Jepang dan bekerja di sana.
“Anda bisa menghubungi perwakilan kami di Indonesia. Kami membuka diri seluas-luasnya untuk para calon pekerja asal Sumedang,” ujar Mr. Kadono. (KP-09/rls)***