Oleh Mumsikah Choyri Diyanah
DESA BARUDUA masih terdengar asing di telinga. Tetapi, jika menyebut Kecamatan Malangbong, orang langsung mengenalnya. Malangbong adalah Kecamatan di Kabupaten Garut yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tasikmalaya. Sedangkan Desa Barudua merupakan salah satu dari 24 desa yang terletak di Kecamatan Malangbong.
Meskipun Desa Barudua sebelumnya pernah masuk ke dalam desa terisolir dengan kepadatan penduduk hanya sekitar 11,3/Ha. Nyatanya, desa ini pernah berjaya. Bermula ketika tahun 2000 Bapak Supardi menanam stroberi di Desa Barudua. Pada alamnya yang menawan dan ketinggian 1086 mdpl yang memungkinkan, stroberi tumbuh tanpa henti.
Masyarakat yang tadinya apriori mulai mencoba bertanam memanfaatkan lahan, berganti pekerjaan, pulang ke kampung halaman melihat keuntungan yang menggiurkan.
Holibert nama varietasnya, cukup manis untuk stroberi yang tumbuh di iklim tropis. Lebih tebal dan kenyal dibandingkan saudaranya yaitu “Nyoho” ataupun “Kalifornia”. Warnanya merah cerah, bentuknya conic dengan ujung meruncing dan memiliki umur simpan 4-5 hari.
Bapak Endang Yana memelopori, gerakan masyarakat saling menulari, bahu membahu, bergerak, berkelompok, belajar mandiri. Pada tahun 2008 masyarakat kian giat membudidaya, membuat kompos dan mencari pasar baru. Sehingga pada tahun 2010 stroberi Barudua mulai dikenal seantero negeri.
Dalam sehari 18 ton dapat diproduksi dari 200 Ha yang ditanami. Tidak hanya Desa sendiri, Desa Karangmulya dan Desa Girimakmur yang satu hamparan, ikut juga membudidaya stroberi. Tidak ketinggalan, Desa Cinagara dan Desa Sanding pun ikut menikmati, menjadi buruh tani, tempat ekpedisi, distribusi dan juga home industri.
Malang, Yogyakarta, Purbalingga, Pontianak, Papua dan kota besar lainya hingga Negara Malaysia memesan stroberi Barudua. Bahkan para ilmuwan setara UGM pun menjadikanya sebagai bahan penelitian. Primadona, holibert Desa Barudua menjadi unggulan di mana-mana.
Desa Barudua dijuluki Desa Dolar saking mudahnya meraup laba. Bapak Endang Yana kemudian dipercaya, memimpin Desa Barudua sebagai Kepala Desa. Jiwa kepemimpinanya telah mempersatukan bukan saja kelompok petani, tapi juga Desa-Desa tetangga.
Lalu tibalah saat itu, diawal tahun 2016. Petani menggigit jari. Seperti angin yang dalam sekejap melintasi. Pagi hari ketika mereka akan siap-siap memetik stroberi. Hanya daun yang memutih dan stroberi kering yang mereka temui.
Cara demi cara mereka coba, tahap demi tahap mereka perbaharui, tapi rupanya stroberi masih saja mati. Tidak tahan dengan rugi, banyak dari mereka mengundurkan diri. Kembali menapakan kaki pada nasib menjadi pegawai, angkat kaki mengikuti arus urbanisasi.
Bapak Endang Yana mengimbau masyarakat agar tidak mudah menyerah, “Ayo kita suburkan kembali walau kali ini bukan dulu dengan stroberi” Beliau memotivasi.
Mulailah masyarakat menanam jeruk, sayur-mayur serta benih kopi. Sambil juga Beliau menelusuri kemana masalah harus dicari solusi. Membuat proposal, bertanya pada para ahli, sembari terus mencoba secara mandiri.
Namun hasil tak pernah mendustai usaha, negara Jepang melalui Tokai University dan Kinouchi Farm sangat tertarik melihat potensi yang sangat mumpuni. Mereka mulai melakukan observasi dan berjanji akan membuat MOU untuk meneliti, memulihkan dan mengembangkan kembali Stroberi di Desa Barudua.
Penelitian sementara menyimpulkan bahwa stroberi mati karena regenerasi stroberi varietas holibert selalu menggunakan indukan yang sama semenjak dahulu, begitupun media tanam jarang sekali diganti.
Sehingga hama semakin lama semakin resinten dan tidak mempan dengan penangkal. Hama telah menyebar, namun belum ada rekomendasi yang pasti mengenai penanganan dikarenakan prosedur perijinan bekerjasama dengan pihak asing tidak semudah membalikan tangan.
Namun masyarakat tidak menunggu kapan bantuan datang. Petani terus berdikari secara mandiri mencoba lagi menanam varietas lain dan memulihkan varietas Holibert. Kini stroberi sudah mulai menggeliat kembali.
Pada tahun 2017 panen stroberi mulai mencapai 1 ton/hari, dan kini di 2018 stroberi telah mencapai 5-6 ton perhari dari 5-8 Ha yang ditanami Nyoho, Kalifornia serta Holibert.
Program Kawasan Perdesaan dari Kementerian Desa juga masuk memberi harapan, membawa spirit dan animo masyarakat untuk bangkit. Potensi satu demi satu mulai terkuak. Perihal yang tadinya tidak tergali mulai membelalak.
Desa Barudua, Desa Girimakmur, Desa Sanding, Desa Karangmulya dan Desa Cinagara ternyata saling menopang, membutuhkan dan berkaitan. Menjadi kekuatan besar bila saling bersinergis menjadi Kawasan Perdesaan Agrowisata Barudua.
Melalui partisipasi Desa-Desa dan masyarakat, berbagai musyawarah dilaksanakan hingga potensi terdeskripsi, persoalan teranalisis, rencana kegiatan terangkumkan.
“Kita harus bangkit tidak sendiri, saling mendukung membentuk aliansi, berkolaborasi dengan masing-masing proporsi”. Begitulah, Sekretaris Kecamatan Malangbong, Bapak Asep Adjun ikut mengompori.
Konsensus kerjasama disepakati, Bumdes Bersama (Badan Usaha Milik Desa Bersama) pun diinisiasi, sebagai lembaga ekonomi representasi kerjasama antar-Desa yang mempunyai otoritas memiliki dan mengelola sumber daya publik (common pool resources).
Para Kepala Desa bergiliran menjadikan Desa dan Kantornya markas bersama demi terwujudnya kawasan agrowisata.
Program Pembangunan Kawasan Perdesaan menghadirkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, (Pemda dan Dinas SKPD), para pemangku kebijakan dan pihak ketiga di ranah Desa untuk rempugan menyelesaikan persoalan terkait, memeratakan pembangunan mengurangi ketimpangan dan arus urbanisasi.
Berpegangan tangan menghalau ego, melipat lengan baju, demi komitmen membangun negeri membawa dampak kesejahteraan, mempercepat peningkatan ekonomi dan menjadikan kawasan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan***
(Mumsikah Choyri Diyanah, Pendamping Kawasan Perdesaan Kab.Garut, Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Publik DPD IPPMI Provinsi Jawa Barat, Sekertaris Nasyiatul Aisyiah Astana Anyar Bandung)