BANDUNG, (KAPOL).- Dunia fashion di Indonesia saat ini tengah mengalami pertumbuhan.
Namun, pertumbuhannya tak terlepas dari pengaruh dan referensi gaya yang merujuk pada brand-brand impor yang dinilai banyak orang memiliki kualitas dari brand lokal.
Sehingga, image brand impor semakin menguat ketimbang brand lokal yang justru membuat perkembangan tren fashion lokal kian merosot.
Holy Craft yang menjadi wadah para crafter Indonesia hadir guna menjawab semua permasalahan itu.
Holy Craft digagas para crafter lokal untuk mengonter selera pasar masyarakat Indonesia akibat pengaruh brand-brand impor.
Selain itu, Holycraft yang akan diadakan di Work Coffee Indonesia, Jalan Sumbawa No 28, Kota Bandung pada pukul 18.00 WIB, Sabtu 28 September 2019, sebagai usaha untuk mengedukasi masyarakat luas mengenai potensi brand-brand lokal.
“Holly Craft ini juga sebagai ruang bertemunya crafter lokal dan masyarakat atau konsumen untuk saling bertukar pandangan, gagasan, juga ide-ide baru untuk membawa brand lokal lebih maju dan mendunia,” ujar Alfharis Magandhi selaku Partner and Managing Director Lokita.co.
Menurut Fhariz sapaan akrabnya, brand lokal semakin hari pangsa pasarnya semakin loyo.
Selain memang pengaruh referensi berbusana orang Indonesia, terutama generasi muda yang cenderung menambatkan kepada pilihan brand impor, perkembangan arus informasi di berbagai platform media digital turut ikut andil bagian.
“Informasi tentang brand luar begitu masif sekali dan mendominasi jagad maya. Hal ini membuat masyarakat mudah berselancar mencari referensi dan mengkomparasi produk. Dan pada kenyataannya memang di jagad maya informasi brand impor memang mengalahkan informasi brand lokal,” katanya.
Tentu saja, kata dia, masifnya arus informasi mengenai gaya berbusana dari brand impor berpengaruh terhadap selera pasar masyarakat Indonesia.
Padahal, jika diamati lebih jauh, brand lokal juga memiliki kualitas yang sama bahkan lebih dari brand impor.
Terlebih saat ini brand lokal sudah mampu bersaing dengan brand impor.
“Banyak brand luar masuk ke Indonesia. Semua ini dampak dari sosial media. Terlebih brand internasional memiliki kelebihan dalam melakukan campaign produk dengan cara tukur,” ucapnya.
Menggunakan Key Opinion Leader yang tidak tanggung-tanggung yang dapat membangun citar dari brand tersebut.
“Memang perlu diakui, brand lokal masih lemah dalam mengatur pola marketingnya. Padahal banyak brand lokal yang justru sudah menembus pasar internasional,” katanya.
Hal senada juga dikatakan Muhammad Rizky dari Maker Mansion.
Menurutnya, yang jadi permasalahan untuk brand lokal saat ini yaitu masih dianggap memiliki kualitas yang rendah oleh kebanyakan pecinta fashion di Indoensia, terutama di kalangan generasi muda.
Tentu saja, kata dia, hal ini membuat brand lokal pangsa pasarnya semakin menurun dari hari ke hari.
Padahal, brand lokal sejatinya tidak bisa dianggap remeh dan dipandang sebelah mata. Banyak brand lokal yang mampu memberikan referensi gaya berbusana yang tak kalah kerennya dengan brand impor.
Sebagai informasi, pada acara Holy Craft tersebut, selain membicarakan tren fashion di era digital, dan kultur fashion, potensi brand-brand lokal juga akan dibahas oleh para crafter lokal yang sudah malang melintang di dunia fashion Indonesia.
Mereka yakni Deni Karsa Ramadhan, owner DAVVEYJONES; Wisnu Perbangsa, owner brande denim VOUTE; Kang Abay, owner Tahura dan Rimbabu; Faisal owner MONROE HERITAGE; dan Arya dari TH Co.
Di acara tersebut juga akan banyak giveaway yang diberikan secara cuma-cuma bagi para pengunjung. Mulai dari sepatu (boots), dompet, tas, denim, belt, t-shirt, key chin, pouch, dan lainnnya.
Tentu semua giveaway itu merupakan produk brand-brand lokal di Indonesia. So, buat kalian pecinta fashion, jangan lupa datang ke acaranya. (KP-30)***