TASIK, (KAPOL).- Diduga akibat musim kemarau yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir ini membuat hasil panen pucuk daun teh pada perkebunan teh rakyat di kecamatan Taraju dan Bojonggambir Kabupaten Tasikmalaya merosot tajam.
Kondisi inipun sangat dirasakan berpengaruh pada sektor ekonomi masyarakat setempat, khususnya mereka yang menggantungkan hidup ke perkebunan teh.
Bila dalam kondisi normal, biasanya dalam sehari satu orang pekerja mampu memetik 80 kg – 100 kg perhari. Namun pada situasi saat ini, mereka hanya mampu memetik 10 kg – 15 kg per hari saja sudah untung.
Bahkan tidak jarang seorang pemetik teh hanya mampu mengumpulkan 5 kg saja perhari. Kondisi ini sudah terjadi dalam 3 bulan ini.
Seperti di perkebunan teh rakyat yang berada di Desa Singasari Kecamatan Taraju.
Maman (50) salah seorang buruh pemetik teh, mengatakan, dirinya setiap hari berangkat memetik daun teh dari sehabis subuh hingga pukul 15.00 wib. Biasanya lelaki ini mampu mengumpulkan 80 kg – 90 kg perhari.
Akan tetapi kini dirinya hanya mampu memetik 15 kg saja dalam sehari.
“Tidak sebanyak musim penghujan, pucuk daun teh di musim kemarau lebih sedikit, karena pertumbuhan daun teh sangat lambat bila tidak ada hujan,” paparnya, Minggu (6/10/2019).
Para pemetik teh perempuan lebih merana. Dimana mereka hanya bisa mengumpulkan 5 kg saja perhari.
Padahal ia dan belasan rekannya yang lain telah berkeliling lebih jauh menyusuri seluk beluk perkebunan.
Untuk setiap kilogramnya, pucuk daun teh yang mereka kumpulkan dihargai Rp 600 saja. Artinya kini penghasilan mereka tidak lebih dari Rp 3.000 sampai Rp 9.000 saja perhari.
Upah inipun baru diberikan pemilik perkebunan teh setiap seminggu sehari.
Tidak hanya di perkebunan rakyat, kondisi nyaris sama jus terjadi di perkebunan teh Sambawa di Kecamatan Taraju.
Darsa, salah satu mandor perkebunan Sambawa di Blok Surapati / ACD menuturkan, sedikitnya ia memiliki 27 pekerja pemetik pucuk teh yang menggarap kurang lebih 55 hektar perkebunan.
Biasanya dalam sehari pihaknya mampu mengumpulkan 2 ton perhari. Namun pada musim kemarau ini penghasilannya merosot tajam hingga 2 kuintal saja perhari.
“Sangat sulit mencari pucuk daun teh berkualitas di musim kemarau seperti saat ini. Penghasilan para pemetik merosot tajam. Bahkan beberapa pekerja pun kini memilih berhenti, hingga hanya tersisa 22 orang saja,” jelas Darsa.
Kondisi panas suhu udara juga mempengaruhi waktu kerja para buruh. Dimana kini pukul 10.00 wib atau paling siang pukul 11.00 wib, pekerja sudah pada berhenti memetik karena fisiknya kelelahan.
Para pekerja hanya berharap, musim penghujan segera turun, sehingga membuat pertumbukan perkebunan teh kembali normal kembali. Tentunya juga harga upah buruh mereka bisa lebih naik, sehingga penghasilan mereka pun bisa lebih baik. (KAPOL)***