PROBOLINGGO, (KAPOL).- Protection of Forest and Fauna (Profauna) mengapresiasi upaya pembebasan “Paitonah”, hiu paus yang berhasil diselamatkan dari kanal inlet wilayah di sekitar PLTU Paiton, Jawa Timur.
“Kami secara obyektif sangat mengapresiasi tindakan penyelamatan hiu paus tersebut dan membawanya kembali ke laut lepas, karena sebenarnya tidak banyak orang yang peduli terhadap hal tersebut,” ungkap Ketua Profauna Indonesia, Rosek Nursahid.
Profauna Indonesia adalah organisasi independen non profit berjaringan internasional, yang bergerak di bidang perlindungan hutan dan satwa liar.
Awalnya didirikan tahun 1994 di Malang, Jawa Timur, penggerak organisasi ini percaya, setiap jenis satwa liar mempunyai nilai bagi kelestarian alam. Untuk itu setiap jenis satwa liar seharusnya dibiarkan hidup bebas di alam, dan manusialah yang bertanggung jawab mewujudkannya.
Sebagai pendiri Profauna Indonesia, Nursahid sangat mengapresiasi tindakan penyelamatan hiu paus yang dianggap “luar biasa,” apalagi melibatkan semua unsur terkait mulai dari aparat TNI, pihak kementerian, nelayan, dan juga PJB Paiton.
“Itu luar biasa, karena masih banyak yang mau membantu, dan banyak pihak yang mau ikut terlibat,” jelasnya.
Tim Rescue Whale Shark Paiton yang dipimpin oleh Letkol Inf. Imam Wibowo, Komandan Kodim 0820/Probolinggo terdiri atas Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut – KKP, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati – KLHK, BPSPL Denpasar, BPSPL Denpasar Wilker Jawa Timur, Ketua HNSI Kota Probolinggo, BBKSDA Jawa Timur, Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Kabuoaten Situbondo – DKP Prov. Jawa Timur, serta sejumlah intansi dan lembaga di Jawa Timur dan Bali.
Kesadaran Berkat Medsos
Nursahid menegaskan, mulai tingginya kesadaran terhadap lingkungan sekitar, khususnya dalam hal keselamatan makhluk hidup langka termasuk fauna dan flora, terutama karena dukungan media sosial yang begitu mudah diakses pada saat ini.
“Dengan berkembangnya teknologi, banyak anak muda yang dengan akses yang mereka miliki, cepat sekali memperoleh berbagai informasi dari kanal-kanal yang tersedia. Lingkungan seperti ini menyebabkan banyak pihak menjadi lebih peduli terhadap segala hal, termasuk juga hal dalam kelestarian lingkungan,” paparnya.
Ia mengamati juga ada masa-masa di mana hiu paus kerap terdampar ke wilayah penangkapan darat. Hal tersebut sejalan dengan yang informasi tertulis yang bersumber dari Elland Yupa Sobhytta, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSL) Denpasar – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang menyebutkan, ikan hiu paus dengan jumlah puluhan ekor, biasa muncul di daerah sekitar Perairan Pasuruan pada bulan Juli.
Pada bulan Agustus hingga September, kawanan ikan ini akan mengarah ke Timur menuju perairan Probolinggo. Kemudian mereka bergerak ke perairan Situbondo pada bulan Desember hingga Januari, dan diprediksi bermigrasi ke Luar Selat Madura menuju Benua Australia atau ke Sulawesi hingga Filipina. Perpindahan kawanan ini bergantung dari sumber makanan (plankton dan ikan kecil).
Salah satu tempat yang menjadi sumber makanan adalah perairan sekitar PLTU Paiton. Dengan masih banyaknya mangrove dan terumbu karang yang menjadi tempat ikan serta adanya muara beberapa sungai yang kaya akan nutrien, membuat hiu paus sering muncul di sekitar perairan PLTU Paiton.
Karena itu lanjut Nursahid, perlu diteliti atau ditelusuri apa penyebab hiu paus tersebut tertarik masuk ke daerah sekitar PLTU Paiton. Ini penting untuk mencegah kejadian tersebut berulang, karena biasanya apabila sudah terdampar masuk ke wilayah inlet, akan sulit bagi hiu paus tersebut kembali ke habitatnya di laut lepas. (KAPOL/rls)***