SUMEDANG, (KAPOL).- Ratusan sekolah mulai dari tingkat Paud/TK,SD dan SMP di Kabupaten Sumedang, menerima bantuan berupa alat peraga pendidikan berbasis teknologi informasibyang nilainya mencapai puluhan miliar.
Bantuan tersebut, bersumber dari APBD Pemerintah Provinsi Jawa Barat, tahun 2018.
Diantaranya, bantuan berupa sabak digital, smart playing table dan command centre.
Menurut informasi, bantuan sabak digital tersebut untuk sebanyak 211 SD di Sumedang, harga satuannya Rp 142 juta maka jumlahnya Rp 30 miliar.
Kemudian, bantuan smart playing table Rp 27,5 miliar unTuk 248 TK/Paud yang berarti Rp 110,8 juta/sekolah
Selanjutnya, bantuan alat command centre Rp 13,5 miliar untuk 54 SMP atau Rp 250 juta/SMP.
Menyikapi hal tersebut,
Nandang Suherman selaku pemerhati kebijakan pemerintahan menilai jika bantuan alat peraga itu, kurang bermanfaat.
Karena, Nandang melihat jumlah unit bantuan itu sangat terbatas alias tidak mencukupi kebutuhan siswa yang belajar di setiap sekolah.
“Pembagiannya pun terbatas, hanya satu unit per sekolah. Sementara jumlah kelas lebih dari satu kelas. Sehingga tidak semua kelas siswa bisa menggunakan alat tersebut,” ucapnya, Senin 2 September 2019.
Dinas pendidikan Sumedang, kata dia, harus memastikan apakah alat tersebut berguna dan bisa dimanfaatkan oleh pihak sekolah?.
Jangan sampai menjadi, ujar dia menambahkan, alat yang mahal itu menjadi “barang pajangan” di rumah guru atau kepala sekolah.
“Alat belajar tersebut bisa disambungkan ke internet. Namun, kini dikeluhkan pendidik karena tidak ada anggaran untuk membiayai kuota internetnya,” ucap Nandang.
Keluhan para guru yang lainnya, ucap dia, penggunaan alat tersebut “keroyokan” oleh siswa.
Karena antara jumlah siswa tidak memadai dengan jumah alatnya dan akhirnya penggunaan oleh siswa tidak optimal.
“Dinas Pendidikan Sumedang sendiri seperti tidak berhitung dengan cermat pada saat pengadaan alat peraga tersebut. Artinya, tidak dipikirkan dengan matang tentang proporsi siwa dengan alat, ketersediaan jaringan internwt di sekolah dan pemeliharaan,” ujar Nandang.
Dikatakan, yang paling mencengangkan yakni harga per unitnya sama dengan membangun dua kelas baru.
Rumor yang berkembang, ujar dia, memang ada potensi dugaan gratifikasi dari penyedia barang ke oknum pejabat di dinas pendidikan.
“Ini perlu dibuktikan dengan cara melakukan tim investigasi untuk menelusuri dari mulai perencanaan, proses pengadaan dan pemanfaatannya. Siapa yg mengusulkannya?, Bagaimana proses PBJ-nya dan bagaimana kegunannya?,” ujar dia.
Nandang berharap agar bupati melakukan evaluasi terhadap pengadaan barang-barang seperti itu.
Karena, tahun 2019 pengadaan barang alat peraga pendidikan sepeti itu masih berlanjut.
“Pada intinya, saya melihat berdasarkan temuan di lapangan, bahwa ternyata bantuan alat-alat tersebut tidak berfungsi secara optimal,” ujarnya.
Di tempat terpisah, sejumlah kepala sekolah dan guru selaku sekolah yang menerima manfaatnya, mengaku “Reuwas” dengan alasan harga alat itu cukup mahal.
“Harganya mahal sekali. Saya takut hilang jika disimpan di sekolah. Solusinya, seusai dipakai dibawa pulang saja ke rumah,” kata salah satu kepala sekolah yang tak mau namanya ditulis.
Menurut dia, pihak sekolah pun kelimpungan dalam menjadwalkan pembelajaran soal itu kepada siswa.
Karena, kata dia, jumlah alatnya masih terbatas yang solusinya dimanfaatkan secara bergiliran.
“Benar, alat tersebut menggunakan jaringan internet. Karena di sekolah belum ada jaringan internet, maka kami pun menyiasatinya dengan harus membeli kuota internet biaya pribadi,” tuturnya.
“Bantuan ini cukup bermanfaat, hanya saja masih terbilang sedikit maka kurang optimal dalam pembelajarannya. Lebih baik buat bangunan saja, soalnya alat itu cukup memakan biaya untuk jaringan internet,” ujar dia.
Salah seorang pendidik di salah satu Taman Kana-kanak mengaku takut jika alat tersebut rusak.
“Saya takut rusak, mengingat penggunaan oleh anak TK sangat berbeda sama siswa SD atau SMP,” tuturnya.
Diharapkan, ke depan kembali ada bantuan serupa dan diimbangi dengan biaya sambungan internet dan jumlahnya ditambah.
Ia memastikan bamtuan tersebut tak ada nominal yang dibebankan kepada pihak sekolah.
“Sebelumnya, kami mengikuti pelatihan mengoperasikan alat itu dan diberikan juga ongkos atau biaya pengiriman alat itu oleh pihak dinas,” ucapnya.
Dikatakan, tak semua sekolah di Sumedang menerima bantuan tersebut.
“Tahapan realisasi bantuannya, semula membuat proposal yangnnkemudian diakomodir oleh ketua kelompok atau pengurus perkumpulan sekolah Paud di wilayah/kecamatan. Kemudian, setelah ada informasi akan menerima bantuan, maka selanjutnya ada pelatihan penggunaannya,” ujar dia.
Ia berterima kasih kepada pemerintah dengan harapan bantuan alat mahal itu diimbangi biaya pembangunan sekolah Paud agar optimal.
“Selama pengenalan ke siswa tak ada masalah dan siswa pun tampak senang. Namun, pemeliharaan dan keamanan yang riskan, ya takut ada maling,” tutur guru muda itu.
Dikonfirmasi, sejumlah pejabat di lingkungan Disdik Sumedang, belum memberikan komentar terperinci terkait itu. (KAPOL)***