OPINI

Tantangan Nyata Implementasi Kurikulum Merdeka Kedepan

×

Tantangan Nyata Implementasi Kurikulum Merdeka Kedepan

Sebarkan artikel ini

Oleh Neni Nur Hayati
Pengamat Pendidikan

Kurikulum merdeka telah diimplementasikan di hampir 2500 sekolah yang mengikuti Program Sekolah Penggerak dan 901 SMK Pusat Keunggulan sebagai bagian dari pembelajaran paradigma baru (Aditomo, 2022).

Kebijakan kurikulum merdeka mendapatkan respon yang sangat baik dari para orangtua ataupun para pelajar di tengah kondisi kurikulum sebelumnya yang menekan dan terlalu berat untuk siswa. Bagi peserta didik, kurikulum ini menjadi lebih fleksibel karena hanya berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter serta kompetensi peserta didik. Juga dianggap sebagai hal yang paling tepat dengan lintas mata pelajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah nyata secara kolaboratif.

Namun, dalam penerapan implementasi kurikulum merdeka di lapangan terdapat adanya perbedaan. Bagi sekolah dengan label sekolah penggerak yang kepala sekolahnya mengikuti seleksi, maka ada dukungan dari Kemendikbudristek dan dinas pendidikan daerah.

Selama tiga tahun, ada pelatih ahli, in house training, dan progam pendampingan. Bahkan, ada dukungan pendanaan untuk bisa mempersiapkan transformasi. Ada juga daerah yang mendesak sekolah-sekolah bergabung sebagai pelaksana IKM secara mandiri.

Satuan pendidikan tersebut tidak mendapatkan pengarahan, pendampingan, dan pembimbingan yang memadai dari dinas pendidikan daerah maupun Kemendikbudristek. Padahal, baik yang sekolah penggerak ataupun yang sama-sama mandiri, keduanya mengimplementasikan kurikulum merdeka.

Ini menjadi tantangan untuk tidak membeda-bedakan sehingga tidak keluar jauh dari susbtansi kurikulum merdeka. Hal ini seakan menjadi paradoks dengan semangat dan substansi yang dibangun di kurikulum merdeka itu sendiri. Sehingga pada akhirnya, kurikulum hanya dapat diterapkan hanya untuk sekolah penggerak yang memiliki dana yang mencukupi ditopang dengan sumberdaya yang memadai.

Sementara, bagi sekolah negeri yang ataupun swasta yang regular dan terdapat di pedesaan, daerah terisolasi, kepulauan, pesisir perlu disusun kurilukum tersendiri. Ini menjadi sangat realistis.

Kurikulum memang memiliki peran yang sangat krusial, signifikan dan esensial. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pritchett dan Beatty (2015) dalam International Journal of Educational Development mengungkapkan bahwa kurikulum yang padat dapat menghambat proses pembelajaran.

Kurikulum merdeka bukanlah kurikulum yang dikonsepkan, melainkan sudah dipraktekkan di sekolah-sekolah di Jakarta dan berhasil dengan hasil yang sangat memuaskan. Jadi, bukan hanya kurikulum yang abstrak tetapi memang kurikulum yang operasional.

Akan tetapi, sekolah-sekolah tersebut adalah sekolah swasta yang mampu membayar jutaan rupiah. Karena para siswa di sekolah swasta berasal dari kalangan menengah keatas secara ekonomi. Sehingga mampu membekali yang terbaik untuk anak-anaknya dengan fasilitas yang mencukupi dengan pendampingan di rumah yang maksimal. Kurikulum merdeka memang sangat tepat untuk diterapkan pada level-level sekolah seperti ini. Untuk sekolah yang lain, secara dana kurang memadai masih cenderung sulit untuk direalisasikan.

Pembelajaran Terintegrasi

Inti dari kurikulum merdeka adalah pembelajaran yang terintegrasi dan terdiferensiasi. Oleh karenanya, di negara-negara maju seperti Singapura sangat memperhatikan kompetensi guru. Hal ini tentu sangat sejalan dengan berbagai program yang telah diluncurkan oleh Kemendikburistek dalam penguatan kompetensi para pendidik.

Dalam implementasinya pembelajaran dapat menumbuhkan rasa toleransi, kepedulian sosial, melatih kerjasama dan komunikasi antar satu murid dengan murid lainnya. Pembelajaran seperti ini dapat mendorong murid untuk mencari penyelesaian masalah yang terjadi dan real terjadi pada isu nyata.

Sebagai contoh nyata dari pengalaman penulis melihat di lapangan, siswa melakukan inovasi untuk membuat sebuah produk dalam mengatasi kerusakan lingkungan dan iklim dengan membuat produk yang ramah lingkungan. Hal ini berarti kurikulum tersebut dirancang untuk memberikan kemudahan guru untuk berfokus dalam pembelajaran.

Dengan demikian, murid mendapatkan relevansi dari apa yang dipelajarinya dengan korelasi keseharian yang dialaminya sehingga murid mendapatkan pembelajaran secara komperhensif. Dengan begitu kecintaan murid terhadap ilmu pengentahuan diharapkan dapat tumbuh dengan sendirinya sampai menemukan nikmatnya proses belajar itu sendiri. Hal ini tentu sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan dalam keunggulan kurikulum merdeka.

Terdapat tiga keunggulan yang dijanjikan dalam kurikulum merdeka. Pertama, fokus pada materi esensial agar ada pendalaman dan pengembangan kompetensi yang lebih bermakna dan menyenangkan. Kedua, kemerdekaan guru mengajar sesuai dengan tahap capaian dan perkembangan pelajar dan wewenang sekolah mengembangkan dan mengelola kurikulum.

Dan ketiga, pembelajaran melalui kegiatan proyek untuk pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila melalui eksplorasi isu-isu aktual. Kurikulum merdeka juga menjadi jawaban terhadap krisis pembelajaran yang terjadi di Indonesia.

Lebih Fleksibel dan Sederhana

Perubahan kurikulum Pendidikan adalah keniscayaan karena pendidikan memang harus diselenggarakan sesuai dengan perkembangan zaman. Demikian juga dengan transofrmasi Pendidikan yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek, hadirnya kurikulum merdeka tidak lain adalah untuk memulihkan pembelajaran akibat pandemi dan krisis yang selama ini dialami di Indonesia. Dengan menawarkan struktur yang lebih fleksibel dan sederhana dibandingkan dengan kurikulum yang diterapkan sebelumnya.

Kurikulum tersebut memberikan janji kemudahan bagi guru dan sekolah untuk dapat melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga para siswa diharapkan dapat memiliki modal yang kuat untuk mengatasi tantangan di masa yang akan datang. Namun, pelaksanaan kurikulum merdeka ini menjadi catatan, evaluasi sekaligus mempersiapkan kemampuan dalam mengelola pembelajaran dengan semakin matang.

Saat ini, kemendikbudristek memang telah membebaskan kepada satuan pendidikan untuk memilih menggunakan kurikulum merdeka, kurikulum darurat dan kurikulum 2013. Hal tersebut juga menjadi tantangan untuk pemerintah daerah dengan mengedepankan pendidikan yang inklusif yang menjadi esensi utama dalam kurikulum merdeka. ***