Oleh Hendra Gunawan
Dosen Ilmu Politik Fisip Unsil
Sejak awal sistem demokrasi yang dipraktekan di Indonesia memerlukan sebuah elemen penting bernama partai politik. Dengan adanya partai politik, demokrasi tidak langsung bisa menemukan motor penggerak berjalannya sistem tersebut. Partai politik dalam sistem demokrasi tidak langsung, pun demokrasi langsung, seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Hal itu dikarenakan partai politik merupakan organisasi yang bertugas untuk menyiapkan kader-kader terbaiknya untuk mengisi jabatan-jabatan politik dalam sistem demokrasi.
Partai politik dalam sejarahnya dibentuk oleh orang-orang berdasarkan kepentingan yang sama. Baik itu berbasis ideologi, kepentingan kenegaraan, dan juga cita-cita politik yang sama. Pada perkembangan selanjutnya partai politik telah menjelma menjadi elemen penting dalam sistem demokrasi. Bahkan pada kehidupan modern saat ini, tidak ada satu organisasi apapun yang berhak memasukan anggotanya dalam jabatan kekuasaan politik selain partai. Ini yang membedakan partai politik dengan organisasi lainnya. Oleh karena itu, peran dan fungsi yang begitu vital yang dilekatkan pada partai politik seharusnya bisa membuat entitas ini menjadi ujung tombak dalam menumbuhkan kesadaran, pemahaman dan penalaran politik bagi warga negara.
Pendidikan politik
Warga negara, baik itu kelas atas, menengah maupun kelas bawah harusnya menjadi sasaran utama partai dalam menumbuhkan pemahaman tentang politik. Pendidikan politik inilah yang dalam teorinya menjadi salah satu fungsi utama partai politik. Menumbuhkan wawasan tentang politik dan demokrasi kepada masyarakat menjadi sangat penting mengingat rakyat merupakan subjek sekaligus objek dalam sistem demokrasi. Dengan adanya pemahaman yang baik tentang politik dari masyarakat maka proses politik yang terjadi akan semakin baik. Masyarakat bisa mengontrol jalannya proses politik dari mulai input sampai output. Dengan demikian pemegang kekuasaan dalam menjalankan kewenangannya berada dalam kontrol yang ketat dari masyarakat. Tentunya ini membutuhkan pendidikan politik yang masif dan konsisten yang dilakukan oleh partai politik.
Akan tetapi yang tertulis secara teoritis, berbeda sekali dengan apa yang dipraktekan oleh partai politik dewasa ini. Partai politik lebih banyak melakukan konsolidasi internalnya tanpa memikirkan kewajiban mereka kepada masyarakat secara umum. Partai lebih banyak disibukan dengan kondisi internal partainya, daripada melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Hal ini diperparah dengan adanya sistem pemilihan secara langsung. Partai sudah terjebak dalam pusaran ekonomi politik di semua tingkatan, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten kota.
Oligarki, patronase dan klientelisme politik menjadi kata kunci untuk menjelaskan fenomena ini partai saat ini. Di mana partai yang diwakili oleh elit politiknya bersanding dengan para elit ekonomi/pengusaha lokal, maupun nasional untuk menjalin sebuah jaringan kekuasaan yang sulit untuk dikontrol masyarakat. Siapa memanfaatkan siapa dalam lingkaran oligarki dan patronase politik memang sulit untuk dijelaskan. Akan tetapi yang jelas disini adalah sistem politik yang sedang terjadi di Indonesia, baik di pusat maupun di daerah sudah mengarah pada sebuah system oligarki tersebut. Sebuah jaringan kekuasaan yang dihuni oleh sekelompok elit ekonomi dan elit politik.
Golput
Pendidikan politik yang menjadi kunci dari proses pendewasaan masyarakat dalam politik sedikit terabaikan dengan adanya kecenderungan partai untuk membangun basis dukungan elit ekonomi. Sehingga fenomena Golput sekarang ini sudah terjadi di semua lapisan masyakat. Golput yang saya maksud adalah Golongan Pemungut Uang Tunai. Adanya kecenderungan masyarakat Golput ini, menjadi bukti gagalnya partai melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Meskipun masyarakat dalam tiap hajatan demokrasi, pemilu, selalu diklaim oleh Komisi Pemilihan Umum pusat maupun daerah selalu tinggi, akan tetapi hal itu tidak bisa menjamin kualitas pemilih di Indonesia menjadi baik.
Fenomena pemilih di masyarakat Tasikmalaya misalnya, mereka mempunyai satu slogan Kahartos, Karaos, Kabantos yang seharusnya membuat para penyelenggara pemilu melakukan perbaikan dalam setiap pemilu.
Slogan para pemilih Masyarakat Tasikmalaya Kahartos, Karaos, Kabantos, dan saya yakin lebih luas dari hanya Tasikmalaya saja, mengandung makna yang dalam dan bisa dibaca dalam sudut pandang politik. Slogan itu menjelaskan kepada kita tentang bagaimana proses pendidikan politik berlangsung, perilaku elit terpilih, sampai kepada karakter dari partai politik.
Tentu slogan ini tidak terucap begitu saya dari mulut Urang Sunda, khususnya Urang Tasikmalaya. Ada proses yang telah berjalan cukup lama dalam praktik politik Indonesia terutama pada perilaku elit politik hasil kaderisasi partai politik. Perilaku elit politik yang ingkar janji saat kampanye menjadi salah satu penyebab munculnya slogan tersebut. Masyarakat hanya didatangi dan dihubungi bahkan sampai di rayu-rayu jika ada maunya saja dari partai/elit partai. Hal itu kemudian berbanding lurus dengan wawasan politik yang rendah dari masyarakat, semakin menguatkan slogan Kahartos, Karaos, Kabantos.
Obligasi partai
Partai seharusnya membaca fenomena slogan ini dengan pandangan yang luas. Bukan malah memanfaatkan kondisi masyarakat yang memang sudah apatis dengan janji-janji yang diumbar oleh calon penguasa. Sehingga berapa pun uang, bantuan berupa sembako, pengobatan gratis, pelayanan kesehatan akan diterima oleh masyarakat. Sehingga hubungan pemilih dengan yang terpilih lebih banyak dibangun berdasarkan asas Kahartos, Karaos, Kabantos.
Inilah yang menjadi obligasi politik partai dalam wacana politik kontemporer, melakukan pendidikan politik kepada masyarakat yang sudah apatis. Partai harus bisa mengembalikan pemahaman masyarakat bahwa partai politik dengan kader-kadernya merupakan pilihan rasional. Partai politik harus bisa menghilangkan stigma negatif masyarakat tentang partai.
Lebih jauh dari itu partai politik harus bisa menghilangkan slogan Kahartos, Karaos, Kabantos yang menjadi prinsip utama masyarakat Sunda atau Tasikmalaya dalam melakukan pilihan politiknya. Dengan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat diharapkan masyarakat akan lebih melek politik. Sehingga masyarakat mempunyai pemahaman yang baik tentang bagaimana dan siapa yang benar-benar harus dipilih dalam pilihan politiknya.
Dengan demikian sistem demokrasi yang merupakan sistemnya rakyat banyak akan berjalan dengan baik. Segera setelah proses demokrasi berjalan dengan baik maka akan menghasilkan output yang baik pula terutama bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara. Hal ini bisa diawali dengan kesadaran tentang pentingnya partai melakukan kewajibannya kepada masyarakat, yaitu melakukan pendidikan politik. Wallahu a’lam.***