KAPOL.ID – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Proyek pekerjaan Peningkatan Jalan Keboncau-Kudangwangi, Sumedang pada Rabu (30/11/2022), terungkap soal pengusaha patungan uang.
Diketahui, uang tersebut untuk menyuap seseorang yang mengaku memiliki kedekatan khusus dengan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kronologisnya, Dinas PUPR Sumedang pada tahun 2018 ada soal dengan KPK.
Kemudian, ada oknum yang mengatas namakan dekat dengan orang KPK dan bisa membantu mendamaikan masalah tersebut.
Namun, oknum tersebut meminta uang 1.5 miliar yang alasannya untuk orang KPK.
Mengingat dinas tak ada uang, akhirnya meminjam secara udunan keada para pengusaha mitra dinas PUPR Sumedang.
Persoalan tersebut terungkap dalam sidang yang disampaikan saksi terdakwa, Asep Darajat sebagai PPK dalam proyek Jalan Keboncau-Kudangwangi Sumedang tahun 2019.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dodong Iman Rusdani di Ruang Sidang III Soerjadi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bandung Rabu (30/11) itu, juga menghadirkan saksi terdakwa
Heru Heryanto, selaku Dirut PT MMS.
Dalam sidang yang dimulai pukul 13.30 WIB tersebut, terlihat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada
Asep Darajat.
Pertanyaan JPU, diantaranya perihal mekanisme penyedia jasa konsultasi perencanaan dan pengawasan.
Bahkan, hakim meminta penjelasan dari saksi terdakwa terkait proses lelang dan keterlibatannya dalam pengujian bersama BPK RI perwakilan Jawa Barat.
Asep terlihat lancar menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan JPU kendati sedikit grogi.
Pertanyaan JPU mengarah pada sejak kapan kenal dengan Usep Saepudin yang diketahui sebagai pelaksana dari PT. MMS.
“Saya kenal Mang Usep sudah lama. Karena memang Mang Usep sudah sering menggerjakan proyek-proyek di Sumedang,” ujar dia seraya berucap beban pekerjaan sebagai PPK dalam proyek di Sumedang terbilang volumenya tinggi.
Dalam kesempatan itu, Asep berucap jika dirinya tahu Usep yang akrab disapa Mang Usep dalam proyek itu sebagai pelaksana.
Menurut dia, Mang Usep bersama sejumlah pengusaha lainnya, pernah membantu Dinas PUPR Sumedang yang kesulitan uang.
Uang itu, untuk menutup permintaan seseorang (oknum), yang alasannya membantu dinas dengan menyuap orang KPK.
Sehingga, kata Asep, pengusaha yang udunan atau meminjamkan uang pun akhirnya dijanjikan dinas akan diberi pekerjaan di tahun 2019.
Dikatakan dia, Mang Usep memang memberikan uang udunan tersebut diberikan melalui sopir dinas sebesar Rp 200 juta.
Kemudian, hakim bertanya kepada Asep Darajat soal resiko jabatannya jika tahu ada yang sewa bendera.
“Apakah anda tahu kalau sewa bendera itu tidak boleh?” tanya Ketua Majelis Hakim.
Asep pun menjawab sudah tahu jika soal itu memang tak boleh.
Selanjutnya giliran JPU bertanya kepada Heru Heryanto, selaku Direktur Utama PT. MMS.
Heru dicecar pertanyaan seputar perkenalannya dengan Usep, membeli PT MMS termasuk sewa bendera untuk proyek Sumedang.
Heru pun mengaku kenal dengan Usep Saepudin melalui Erlan.
Dan, Heru pun mengaku menerima uang sewa bendera Rp 90 juta.
“Saya terima uang sekitar 58,5 juta dan sisanya oleh Erlan,” ujarnya.
Ditanya terkait proses lelang, Heru pun menjawab tak tahu soal itu.
Karena, kata Heru, semua dokumen perusahaan dan proses lelang termasuk stempel perusahaan dipegang Erlan.
Hakim berrtanya, sebagai apa Erlan di perusahaan/PT MMS sehingga dipercaya?, Heru menjawab jika Erlan hanya membantu tak ada dalam struktur perusahaan.
Mendengar itu, hakim anggota pun kembali bertanya sembari berharap agar Heru bicara jujur.
Menurut hakim, pernah ada masuk uang pencairan sekitar 2,9 M, masa anda tak tahu selaku dirut?.
Heru menjawab sembari bersumpah jika dia tak tahu dengan alasan tak pegang rekening perusahaan.
Hakim pun berucap, masa sih anda (Heru) tak tahu, jujur saja, gak apa jujur?.
“Soal berkas perusahaan dan sebagainya, yang tahu hanya Erlan sama Usep, pokoknya saya hanya terima uang sewa Rp 90 juta saja,” ujarnya sembari menunduk.
Menyikapi pernyataan para saksi terdakwa, Richard selaku Penasihat Hukum Usep Saepudin menilai kesaksian Asep (PPK) hanya bela diri saja.
Sebab, menurut kliennya, kesaksin Asep itu bohong, palsu alias tak benar.
“Menurut klien kami, bahwa tak pernah memberi uang ke sopir dinas untuk pinjaman urusan yang disebut-sebut buat menutup masalah dengan KPK,” ujar Richard mengutip kata Usep, Kamis (1/12)
Tolong buktikan, ujar dia, siapa sopir orang dinas yang mengaku ambil uang ke Usep?.
Menurut dia, kesaksian Asep (PPK) itu harus diluruskan dan dibuktikan dengan menghadirkan semua pihak yang terkait.
Dikatakan Richard, kliennya sangat siap untuk duduk bersama mengupas soal udunan uang buat nutup orang KPK itu.
Aneh, kata dia, jika memang ada beberapa pengusaha lain di Sumedang yang ikut udunan buat nutup masalah KPK, kenapa hanya kliennya saja yang dipersoalkan?.
Dikatakan, untuk bahasan sewa bendera, kliennya tetap mengklaim hanya pelaksana.
Dan, Usep mempunyai surat kuasa serta surat tugas dari direktur PT MMS.
Seharusnya, JPU mengikuti apa kata hakim agar mempertemukan langsung antara Heru dan Usep agar jelas.
Garis besarnya, Usep sudah pastikan tidak mengetahui apalagi melakukan hal yang di tuduhkan oleh terdakwa Asep.
“Jadi, tidak perlu melebar apalagi melibatkan pihak-pihak lain dalam perkara ini. Karena sudah jelas siapa pemenang lelang siapa pemberi tugas dan siapa penerima tugasnya,” ujar Richard.
Sebelum sidang ditutup, Jaksa Penuntut Umum menyampaikan bukti-bukti terkait berkas transaksi keuangan proyek itu.
Dari mulai SP2D, alur keuangan pinjaman bank dan lainnya disaksikan oleh Majelis Hakim, Kuasa hukum, dan JPU.
Sidang akan dilanjutkan dua minggu ke depan sengan agenda tuntutan.
Disinggung wartawan soal masalah proyek Keboncau ada kaitannya dengan KPK, Kadis PUPR Sumedang 2018, Sujatmoko sudah menduga jika persolan tersebut hanya penipuan.
“Mana ada orang KPK berani minta uang buat menutup masalah jika dinas lagi bersoal?,” ujarnya usai sidang belum lama ini.
Ia sempat konsultasi ke saudara yang lebih paham soal masalah KPK itu.
“Saudara saya meminta agar mengabaikan perihal orang yang ngaku dekat orang KPK itu,” ujarnya.
Bahkan, ia tak mengetahui kelanjutan dari masalah KPK itu, karena pindah tugas ke Bandung. ***