Oleh Arip Muztabasani
Direktur Lembaga Politik dan Demokrasi PC PMII Kota Tasikmalaya
Tahapan Pemilu Serentak 2024 sudah dimulai sejak 14 Juni 2022 lalu. Jumat, 15 Oktober 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerima Data Agregat Kependudukan (DAK) yang akan digunakan untuk pembentukan daerah pemilihan. Dan pada hari yang sama KPU mengumumkan hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu 2024.
Selain dihadapkan dengan persiapan tahapan penyelenggaraan pemilu lainnya, KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dihadapkan juga dengan persiapan rekrutmen penyelenggara pemilu di tingkat daerah. Mulai dari provinsi, kabupaten/kota, hingga badan ad hoc penyelenggara pemilu. Proses rekrutmen tersebut juga sudah dilaksanakan tahun kemarin dengan seleksi calon anggota Bawaslu provinsi periode 2022-2025 di 25 provinsi. Secara bertahap, proses ini akan dilanjutkan tahun ini bagi provinsi dan kabupaten/kota lain, baik untuk seleksi anggota KPU maupun anggota Bawaslu.
Sebagai organ konstitusi yang diatur dalam Pasal 22E Ayat 5 UUD 1945, lembaga penyelenggara pemilu memegang peranan pentin. Sebagai jantung pembuatan keputusan politik yang mengatur seleksi kepemimpinan negara secara demokratis, dan berintegritas. Proses seleksi penyelenggara pemilu juga merupakan salah satu kondisi yang strategis untuk menjaga keberlangsungan demokrasi Indonesia saat ini. Para penyelenggara pemilu yang independen, berintegritas tinggi, dan menunjukkan perilaku yang adil dan bijaksana tentunya menjadi kriteria yang dibutuhkan dalam menghadapi Pemilu Serentak 2024 mendatang.
Krusial
Proses seleksi penyelenggara menjadi sangat krusial. Karena akan menentukan kualitas penyelenggaraan pemilu pada satu sisi, dan kualitas lembaga penyelenggara pemilu. Namun sayangnya, masih terdapat sejumlah persoalan terkait kualitas proses seleksi. Ujungnya pada munculnya ketidakpuasan publik dan laporan pengaduan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.
Buku laporan kinerja Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia (DKPP RI) Tahun 2018 mencatat sebanyak 34 persen dari 157 jumlah pengaduan adalah terkait rekrutmen jajaran KPU pada tahapan Pemilu 2019. Pada tahun 2020, DKPP RI juga menerima 415 aduan yang melibatkan 698 penyelenggara pemilu tingkat daerah. Dengan rincian 334 teradu dari KPU kabupaten/kota dan 229 teradu dari Bawaslu kabupaten/kota.
Kajian evaluasi rekrutmen KPU dan Bawaslu yang dilakukan oleh Puskapol UI pada tahun 2018-2019 dan 2021-2022 juga mencatat adanya persoalan serius. Seperti maraknya politik rekrutmen dan lemahnya komitmen terhadap pemenuhan keterwakilan perempuan minimal 30% dalam proses seleksi.
Berangkat dari gambaran situasi diatas, lembaga Politik dan Demokrasi PMII Kota Tasikmalaya menyampaikan catatan dan refleksi kritis terhadap proses rekrutmen penyelenggara pemilu. Secara khusus, kami melihat ada empat persoalan utama yang perlu menjadi perhatian dalam proses rekrutmen KPU dan Bawaslu kab/Kota tahun ini. Terkhusus untuk proses rekrutmen di Kota Tasikmalaya yakni,
1. Implementasi kebijakan afirmatif dan pemenuhan keterwakilan perempuan,
2. Transparansi dan akuntabilitas proses seleksi,
3. Aspek tata kelola pemilu, dan
4. Penegakan hukum pemilu. ***