Kemerdekaan pers adalah suatu kondisi yang tentunya diharapkan oleh berbagai pihak, tetapi pada prinsipnya pers yang secara intitusi yang berada di dalam suatu wilayah pemerintahan dan berada pada suatu wilayah kekuasaan sehingga dalam kata lain bahwa pers adalah bagian dari instrumen negara.
Pertanyannya mampukah pers memperoleh kemerdekaan yang sejati ketika negara senantiasa membatasi kemerdekaan yang kita idam-idamkan itu?
Tentunya itu merupakan sesuatu hal yang mustahil dan jika dipaksakan pun pers yang ingin mendapatkan kemerdekaan yang sejati itu perlu pengeorbanan yang besar dan sangat berat untuk dilakukan bahkan mungkin akan menjadi korban otoritas kekuasaan.
Hal tersebut disampaikan tentunya bukan bukti pesimistis, tetapi penulis menyakini bahwa kritik lebih berharga dari pada ucapan selamat dan pujian, apalagi pujian seringkali dipergunakan untuk memperlancar kepentingan para penjilat. Sejatinya, semua pihak lebih berani menelanjangi diri, agar setelah telanjang kita tahu bagian tubuh mana yang perlu kita bersihkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa definisi merdeka memiliki 3 kriteria yakni: Bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya) berdiri sendiri:
Dari kriteria pertama ini mari kita bertanya apakah ada seseorang atau lembaga yang benar-benar bebas dari perhambaan, penjajahan dan mampu berdiri sendiri?
Suatu lembaga pers semenjak akan didirikanpun mereka harus rela terbelenggu oleh syarat-syarat pendirian izin yang tetunya telah di tentukan oleh peraturan dan per undang-undangan yang berlaku, dalam kata lain kita harus meng hamba pada aturan yang ada dan tidak bisa berdiri atas keinginan sendiri.
Tidak terkena atau lepas dari tuntutan;
Kemudian setelah izin keluar maka lembaga pers itu sendiri secara otomatis memiliki tuntutan untuk tetap eksis dan berkembang, maka pertanyannya ketika tertuntut merdekakah kita?
Tidak terikat, tidak bergantung pada orang lain atau pihak tertentu, leluasa.
Kemudian ketika lembaga pers ingin semakin eksis dan berkembang tetunya perlu menjalin kerjasama dengan pihak lain dimana dari kerjasama tersebut membuktikan bahwa ia bergantung pada pihak lain. Dan konsekuensi dari kerjasama itu pastinya ada batasan yang menghancurkan definisi “leluasa”.
Maka dari itu dapatkah kita dalam hal ini lembaga pers memenuhi 3 indikator merdeka tersebut ? Yang ingin disampaikan dalam kesempatan kali ini adalah meluruskan persepsi dengan harapan dari persepsi yang lurus ini kita dapat memperoleh energi dan mendapatkan rasa percaya diri, bahwa kemerdekaan pers sesunguhnya dapat diwujudkan.
Didalam teks pembukan Undang-Undang dasar telah tercantum bahwa “ sesunguhnya kemerdekan itu ialah hak segala bangsa” maka dari itu jika lembaga pers ketika menyadari bahwa dirinya bagian dari instrumen negara, maka negara sebagai tempat kita bernaung, negara itu sendiri harus benar-benar terlebih dahulu memiliki kemerdekaan sejati.
Negara Kesatuan Republik Indonesaia memang telah sampai pada saat yang berbahagia, tetapi kebahagiaan itu karena pintu gerbang kemerdekan telah berada didepan mata, bukan berarti merupakan jaminan untuk kita memperoleh kemerdekaan sejati, jika didalam ruang-ruang kemerdekan itu kita isi dengan barang-barang “kreditan” dan produk-produk pinjaman maka kemerdekaan sejati tidak dapat terbukti.
Dengan demikian seluruh lembaga pers harus mampu turut serta mengisi kemerdekan NKRI ini dengan cara ikut menjaga dan mengingatkan serta mengedukasi bangsa Indonesia agar kemerdekaan Rebublik tercinta ini tidak dinodai oleh pengaruh dan kooptasi bangsa asing. Dengan demikian kemerdekaan pers sebagai institusi dapat terwujud.
Selain lembaga pers dapat turut serta menjaga gangguan dari pihak eksternal. Pers-pun hatus turut serta pula menjaga dari musuh-musuh negara yang terlahir dari rahim ibu pertiwi, dimana mereka seringkali mengaku indonesia, seringakali mengaku pancasila dan dalam hal ini mereka sering kali mengaku wartawan tetapi merusak keagungan dan hargadiri wartawan itu sendiri.
Itulah yang lebih berbahanya, ketika musuh telah mengaku saudara kandung. Maka dari itu untuk memerangi mereka kuncinya adalah kawan-kawan wartawan dan lembaga persnya dapat memahami dan menjiwai kode etik jurnalistik karena dari menjiwai itulah akan muncul profesionalisme.
Artinya kita harus berani terjajah dan terbelenggu oleh kode etik jurnalistik tersebut, serta harus siap terbelenggu oleh perofesionalismenya sebagai seorang pers. Karena ketika semua itu terjadi di sanalah kemerdekaan pers terwujud nyata.
Penulis: Endri Herlambang (Dosen STISIP Tasikmalaya)