OPINI

Menggapai Esensi Netepan

×

Menggapai Esensi Netepan

Sebarkan artikel ini

Dian Sugiana, S.Pd.
Guru SMPN 1 Cibalong Kab. Tasikmalaya

Tidak terasa kita sampai pada Bulan Rajab. Kita berupaya menapaki Bulan Rajab 1443 hijriah ini supaya bisa penuh hikmah dan bermanfaat sangat luas.

Hikmah di Bulan Rajab ini salah satunya adalah sejarah dilaksanakannya sholat melalui peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Terkait dengan hal tersebut maka dengan segala hormat dan segala kerendahan hati, izinkanlah penulis untuk berbagi.

Makna berbagi yang dimaksud adalah berupa opini mengenai esensi pengetahuan dan pemahaman mengenai salat. Dibalik segala kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki, ada harapan yang terbersit dibenak penulis yakni semoga tulisan ini bisa diterima serta bermanfaat untuk semua.

Pemahaman yang akan dibagikan itu yaitu mengenai netepan sebagai makna sholat. Dengan tidak bermaksud mengurui maka setiap kita pasti mengetahui bahwa apapun pemahaman orang dalam mengamalkan ajaran Islam pasti sependapat bahwa sholat adalah salah satu amalan utama bagi setiap muslim.

Kita pun mengetahui ada sebuah keterangan yang mengungkapkan bahwa barangsiapa yang mendirikan sholat berarti mendirikan agama. Sebaliknya, barangsiapa yang tidak mendirikan sholat berarti menghancurkan agama.

Menurut hemat penulis, jika ditinjau secara luas maka hikmah sholat sangat dalam. Makna sholat bisa ditinjau dari segi kerohanian, kesehatan, nilai ekonomi, kemasyarakatan, dan sebagainya.

Dalam istilah basa sunda kata sholat lazim disebut dengan istilah netepan. Penulis tidak mengetahui sejak kapan istilah netepan digunakan sebagai istilah lain dari sholat. Dibalik itu semua, penulis meyakini bahwa pemakaian kata netepan oleh orang tua kita dulu sangat penuh dengan makna secara filosofis.

Pertanyaannya sekarang adalah apa hubungannya kata netepan dengan sholat sehingga bisa diistilahkan searti. Bertolak dari hal inilah maka penulis bermaksud mengupas makna sholat dengan istilah netepan.

Opini yang sederhana dari penulis ini bisa dijadikan bahan kajian untuk semua yang ujungnya dapat membuahkan amal demi kebaikan bersama.

Secara sederhana dan pada tataran awal, penulis memaknai esensi netepan dengan dua makna utama. Pertama netepan bermakna sebagai syarat dan kedua netepan bermakna keadaan.

Pada tulisan ini penulis akan membahas dulu mengenai makna pertama. Esensi netepan sebagai syarat artinya orang yang akan melaksanakan sholat secara ritual harus menetapkan dulu hal-hal berikut (netepkeun heula), antara lain :

Pertama, Netepkeun heula niat. Sholat merupakan amalan yang sarat makna dan agung yang bisa menjadi media pengantar manusia pada kedamaian serta keselamatan dunia dan akherat.

Oleh karena itu, orang yang akan melaksanakan sholat hendaklah diniatkan dengan niat yang tulus /ikhlas sebagai wujud ketaatan kita kepada Allah SWT dan sebagai wujud syukur atas apa yang diberikan Allah SWT kepada kita.

Kita pun pasti mengetahui bahwa ada keterangan agama yang mengungkapkan bahwa sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada niatnya. Itulah alasan niat sebagai penetapan utama.

Kedua, Netepkeun heula kaifiyatna (tata cara). Tata cara sholat yang kita kerjakan berpola dari contoh Nabi Muhammad SAW (Sunnah) sebagai suri tauladan. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya sholatlah kamu sebagaimana kamu melihatku sholat.

Pendek kata, ritual sholat perlu merujuk pada keterangan yang jelas dari contoh Nabi Muhammad SAW dan senantiasa sejalan dengan keterangan dalam Al Qur’an.

Selain itu, pada aspek tata cara ini ada hal-hal yang ujungnya bermakna mengatur masalah hati, ucapan, dan perbuatan dalam ritual sholat. Hal ini yang lazim disebur dengan rukun sholat.

Ketiga, Netepkeun heula waktu jeung tempatna. Dalam melaksanakan ritual sholat tentunya dilaksanakan tidak sembarangan waktu selama 24 jam.

Semua merujuk pada keterangan jelas di Kalam Illahi yang artinya sesungguhnya sholat itu bagi orang yang beriman telah ditentukan waktunya (QS.4 : 103).

Kita memahami bahwa sholat fardu dilaksanakan 5 waktu yaitu : shubuh, dzuhur ,ashar, maghrib dan isya. Untuk sholat sunat dilaksanakan sesuai dengan apa contohkan Nabi Muhammad SAW.

Untuk muslim yang akan melaksanakan sholat sebaiknya jangan keliru dalam menetapkan sholat. Diupayakan harus jelas sholat apa dan berapa rakaat yang akan kita kerjakan dengan rasa ikhlas.

Hal ini dilakukan untuk mengokohkan dan menetapkan hati kita pada keadaan yang akan kita kerjakan. Pada aspek lain, terkait dengan penetapan tempat maka untuk ritual sholat fardu hendaknya bagi muslimin lebih utama di masjid dan berjamaah.

Untuk muslimat bisa dilaksanakan di rumah. Untuk pelaksanaan ritual sholat lebih baik dilaksanakan di awal waktu.

Keempat, Netepkeun heula hate jeung pikir. Kita menyadari bahwa bentuk ritual sholat membutuhkan keterpaduan antara aspek lahiriah dan bathiniyah.

Oleh karena itu kita harus berupaya konsentrasi dan kontemplasi dengan benar. Hal ini mengingat orang yang sedang melaksanakan ritual sholat berarti sedang bermunajat dan berdialog dengan Allah SWT.

Adapun media untuk hal itu yaitu menetapkan keterpaduan hati dan pikiran.Itulah yang lazim dinamakan ritual sholat pada kategori khusyu.

Kelima, Netepkeun paripolah / tingkah laku. Penulis berpendapat bahwa sholat tidak bisa dipandang sebagai ketaatan secara ritual. Tapi sholat pun pada akhirnya dipandang sebagai bentuk kesesuaian perilaku individu dengan norma/hukum.

Orang yang berupaya mendirikan sholat niscaya hidupnya akan selalu berupaya menyesuaikan dan menyelaraskan dirinya dengan norma/hukum yang berlaku, dimanapun ia berada dan dalam kondisi apapun.

Jika kita telaah dengan seksama maka setiap bacaan sholat itu kaya akan makna dan dapat menjauhkan kita dari kebohongan. Kita berupaya supaya apa yang kita ucapkan atau bacaan sholat kita bisa selaras dengan kenyataan atau minimal berupa tekad untuk jujur dengan apa yang diucapkan.Jangan sampai apa yang kita ucapkan bertolak-belakang dengan kenyataan.

Allah SWT tidak menyukai orang yang antara ucapan dan kenyataan tidak sama. Artinya senantiasa melanggar norma/hukum. Kita diharuskan berikhtiar dengan berusaha mendirikan sholat dengan cara melaksanakan sholat lebih dulu. Dari hal ini dapat menjadi cikal bakal untuk mendirikan sholat.

Terakhir, kita mengetahui bahwa di Al Qurán Surat Al Ankabut ayat 45 difirmankan yang berarti bahwa dampak dari melaksanakan sholat itu akan mencegah kita dari perbuan keji dan munkar. Hal ini membuktikan bahwa kasih sayang Allah SWT sangat besar pada kita dalam menjaga kemuliaan manusia.

Dari paparan di atas maka sudah sepantasnya kita berupaya menggapai esensi netepan sebagai syarat untuk bisa mendirikan sholat. Wallohu a’lam. ***