REALITAS pelaksanaan pilkada yang beririsan langsung dengan wabah membuat diskursus formulasi teknis pelaksanaan pilkada hangat dibicarakan.
Kecemasan pegiat pemilu dan demokrasi bukan tanpa alasan, pasalnya tahapan pilkada akan kembali dimulai saat jumlah kasus positif covid-19 di Indonesia berada pada jumlah yang sangat besar.
Situasi ini membuat aktor pemilu dalam setiap tahapan diharuskan berada di lapangan harus memutar otak guna menyelamatkan diri masing-masing.
Sementara itu mekanisme atau petunjuk teknis dalam penyelenggaraan pilkada yang sesuai protokoler kesehatan belum jelas kesiapan dan persiapannya.
Pilkada merupakan hajat demokrasi yang berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Keterpenuhan azas-azas ini menjadi parameter kualitas pemilu sebagai pilar tegaknya demokrasi.
Azas ‘langsung’ mengharuskan pemilih melakukan pemungutan suara dengan cara langsung tanpa perantara atau diwakili oleh orang lain. Pelaksanaan azas ini diimplementasikan melalui pemilih menggunakan hak pilihnya dengan cara datang ke tempat pemungutan suara secara langsung.
Di sisi lain jika azas ‘langsung’ tersebut akan diimplementasikan dengan teknis yang diatur sebagaimana hukum positif saat ini sangat berisiko. Bisa-bisa memungkinkan pilkada menjadi sarana penyebaran pandemik covid-19.
Perlu dipikirkan formulasi yang mampu memitigasi penyebaran covid-19 terutama pada saat pungut hitung suara dilaksanakan karena pada saat pungut hitung akan memobilisasi banyak masa datang ke tempat pemungutan suara.
Formulasi atas persoalan itu bisa dijawab melalui pengembangan informasi teknologi dalam konteks kepemiluan. Ada tiga konteks tekonologi yang bisa diterapkan dalam pemilu pertama penggunaan teknologi dalam e-voting, kedua penggunaan teknologi dalam e-counting, ketiga penggunaan teknologi dalam e-recap.
Tiga Konteks tersebut menggunakan teknologi untuk membantu memudahkan dan efisiensi pada tahapan pelaksanaan pungut hitung dan rekapitulsi suara. Namun demikian tentu masing-masing memiliki tantangan dalam pengaplikasiannya.
E-voting merupakan basis teknologi yang dapat digunakan dalam mekanisme pemungutan dan penghitungan suara. Teknologi tersebut diantaranya bisa berbasis kertas, rekaman direct recording ada juga dengan menggunakan internet.
Sementara e-counting yaitu penggunaan teknologi informasi yang diterapkan dalam penghitungan suara saja. Teknologi e-recap (racapitulation) atau rekapitulasi telah lebih dulu kita laksanakan melalui pengembangan aplikasi situng. Mekanisme yang dijalankan melalui basis teknologi ini menggunakan teknologi scann, walau dengan manual mentransformasi data C1 dengan scann.
Di tengah situasi pandemik ini Korea Selatan adalah salah satu negara yang sukses menyelenggarakan pemilu. Kesuksesan Korea Selatan dalam melaksanakan pemilu ditengah wabah dilandasi oleh kesiapan mereka dalam mitigasi pelaksanaan pemilu.
Korea Selatan telah lebih dulu siap sebelum covid-19 ini menjadi pandemi, baik regulasi maupun infrastruktur yang adaptif telah lebih dulu dimiliki dan menunjang segala kemungkinan terburuk yang mungkin dihadapi misalnya pada masa pandemik covid-19.
Penggunaan teknologi informasi pada pemilu di Korsel sudah demikian maju mampu menjaga trust masyarakat pada pemerintah. Meskipun tahapan pemilu dilalui dalam kondisi bencana pandemik, masyarakatpun tetap memiliki antusiasme dalam menyalurkan hak pilihnya.
Hal tersebut ditandai naiknya partisipasi publik dalam menyalurkan hak pilih.
Di Indonesia pelaksanaan pilkada yang sempat ditunda kini diputuskan akan dilaksanakan pada Desember 2020.
Keputusan tersebut belum disertakan rumusan kebijakan yang dapat menjadi mitigasi bila rangkaian pilkda dilaksanakan dalam masa pandemi. Penggunaaan teknologi pada setiap tahapan harus dipersiapkan dengan waktu yang memadai.
Mekanisme baru harus dimiliki oleh lembag-lembaga yang menjadi stakeholder dalam penyelenggaraan pemilu. Selain itu sumber daya manusia seperti penyelenggara baik jajaran KPU, jajaran Bawaslu, peserta pemilu, dan masyarakat pengguna hak pilih juga harus berkesiapan.
Jika waktu pilkada tersisa enam bulan lagi siapkah instrumen informasi teknologi digunakan? Penggunaana teknologi tidak bisa serta merta karena mekanisme harus jelas, sdm siap, infrastruktur siap, regulasi juga siap. Penggunaan teknologi informasi diharapkan memudahkan masyarakat dalam menyalurkan kadaulatannya memilih pemimpin.
Pemilu dengan memasukan instrumen teknologi mestinya mampu memberikan informasi dengan cepat pada publik juga mampu memimalisir jatuhnya korban akibat kelelahan atau yang relevan dengan saat ini jatuhnya korban akibat penularan covid-19.
Situasi pandemik ini membuat opsi penggunaan teknologi informasi dalam pilkada kali ini seolah sebagai satu-satunya solusi. Hal tersebut tentu harus penuh pertimbangan mengingat transparansi yang selama ini sudah dipelihara dalam pelaksanaan pemilu akan hilang karena tergantikan oleh mesin.
Hal ini akan menimbulkan masalah baru berupa hilangnya kepercayaan publik. Yang paling fundamental ada kekhawatiran mencederai azas pemilu yaitu azas jujur dan adil.
Sejatinya instrumen informasi dan teknologi haruslah digunakan untuk turut menunjang teggaknya seluruh azas dalam demokrasi di Indonesia tanpa mencederai nilai-nilai fundamental demokrasi yang selama ini dipelihara dengan baik.