Iip D. Yahya,
Peneliti dan Penulis
Banyak yang mengira bahwa Paguyuban Pasundan adalah warisan besar yang tinggal melanjutkan saja. Siapapun yang memimpin, lembaga ini akan berjalan karena sistemnya sudah mapan. Pada kenyataannya tidaklah demikian. Setiap pemimpin Pasundan justru mewarisi persoalan besar yang berbeda-beda, di dalam dan di luar lembaga.
Pasundan memang sebuah brand yang kuat, organisasi Sunda pertama dalam sejarah yang usianya telah mencapai 107 tahun. Namun ia merupakan organisasi moderen yang tidak mengenal sistem dinasti. Para pemimpin Pasundan dipilih karena dinilai memiliki prestasi.
Prof. Didi Turmudzi adalah contoh terbaik kaderisasi di lingkungan Pasundan. Ia memulai aktivitasnya sebagai guru honorer SMP Pasundan pada 1977. Ia kemudian menjadi Kepala SMP, Kepala SMA, dan pada 1980 mulai menjadi dosen di Universitas Pasundan.
Namanya mulai masuk dalam kepengurusan teras PB Pasundan pada 1990 sebagai Wasekjen. Antara 1995-2010 ia menjadi Sekjen PB Pasundan. Yang unik, sejak 1995 itu sebenarnya ia selalu terpilih sebagai ketua umum, tetapi selalu ditolaknya sampai tiga periode. Baru pada Kongres ke-41 di Serang tahun 2010, ia menerima kedudukan sebagai ketua umum.
Apa alasan penolakan itu? Didi ingin membenahi Universitas Pasundan dan menjadikannya sebagai “mercu suar” kebesaran Paguyuban Pasundan. Jenjang jabatan di lingkungan Unpas ia tapaki satu persatu. Mulai dari Sekretaris Jurusan Administrasi Pendidikan (1985-86), Pembantu Dekan III FKIP ((1986-89), Pembantu Dekan I FKIP (1989-92), Dekan FKIP (1992-95), Pembantu Rektor III (1995-96), Pembantu Rektor I (1996-2003), Rektor (2003-2012), dan Direktur Pasca Sarjana (2012-sekarang).
Setelah berhasil mengangkat pamor Unpas, barulah ia merasa siap untuk membenahi Paguyuban Pasundan. Ia ingin menunjukkan bahwa track record itu penting dalam sebuah posisi di Pasundan. Silakan berambisi untuk satu posisi di Pasundan, tapi tunjukkan dulu kinerja dan prestasi. Oleh karena itu kepemimpinan Didi sangat kuat dan berakar.
Maka tak mengherankan jika ia terpilih kembali sebagai Ketua Umum pada Kongres ke-43 yang dikemas dalam Sawala Budaya Virtual, 22 Agustus 2020. Ia akan menjabat untuk masa bakti 2020-2025. Tiga periode sebagai Sekjen dan kini memasuki periode ketiga untuk ketua umum.
Didi telah menjadikan posisi Ketua Umum Pengurus Besar Paguyuban Pasundan mahal dan sakral. Sungguh tak mudah bagi siapapun untuk menampik kemenangan sampai tiga kali. Tapi itulah pilihannya, kinerja dan prestasi, barulah posisi. Perjalanan kariernya di Pasundan membuktikan bahwa organisasi ini masih menjadi sarana mobilitas vertikal orang Sunda. Dari guru honorer pada 1977, kini ia menjadi inohong Sunda yang diperhitungkan semua kalangan. Sekaligus hal ini akan menjadi beban baginya, bagaimana ia akan mewariskan organsasi ini kepada para penerusnya nanti, agar pamor Pasundan ngajomantara.