OPINI

Paguyuban Pasundan Ngajomantara

×

Paguyuban Pasundan Ngajomantara

Sebarkan artikel ini

Harapan Publik
Salah satu beban sebagai pengurus pasundan adalah besarnya harapan publik. Almarhum Ajip Rosidi dalam pidato anugerah gelar doktor honoris causanya, bahkan menganggap keberadaan Pasundan kurang dirasakan oleh masyarakat Sunda. Atas kritik pedas itu, Prof. Didi menerimanya dengan lapang dada.

“Kita terima saja kritiknya, mungkin publik memang melihatnya demikian.” Menurutnya, kritik semacam itu harus jadi pemicu agar Pasundan bekerja keras agar karasa ayana tur karasa mangpaatna ku balarea.

Banyak hal yang terkait dengan “pengabdian masyarakat” yang sebenarnya telah dilakukan oleh Pasundan dan kampus serta sekolah di lingkungannya. Selain pengembangan UMKM di sejumlah wilayah di Jawa Barat, Unpas misalnya punya “warga binaan” di negara-negara Pasifik. Bekerjasama dengan Kementrian Koperasi dan UMKM, Pasundan telah memfasilitasi pembukaan kantor layanan LPDB (Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir) UMKM. Sayangnya, informasi semacam ini belum sampai ke publik karena masih minimnya publikasi.

Penguatan media memang harus menjadi agenda penting pada periode ketiga ini. Rintisan pasjabar.com dan Pasundan TV, perlu didukung secara maksimal sebagai induk konvergensi media di lingkungan Pasundan. Dengan ribuan mahasiswa dan siswa, sebenarnya tidak akan kesulitan menggerakan suatu cyber-troops untuk menggelindingkan informasi terkait Pasundan.

Gigi Empat
Dalam berbagai kesempatan, Prof. Didi menyampaikan keinginannya untuk membawa Pasundan berlari kencang. Ibarat mobil, ia ingin memacu mobil bernama Paguyuban Pasundan itu pada gigi empat. Namun pada saat bersamaan, ia mengakui bahwa hal itu masih sulit sehingga mobil hanya bisa melaju pada gigi dua bahkan gigi satu. Banyak aspek yang diakuinya sebagai faktor yang menghambat, khususnya perkembangan di luar Pasundan yang terlambat diantisipasi.

Untuk perkembangan cabang, sebagaimana organisasi massa lain, ia banyak melibatkan pejabat atau mantan pejabat. Pada kenyataannya, jika yang memimpin pejabat, tak ada waktu untuk mengurus Pasundan. Bila yang memimpin mantan pejabat, sudah tak ada lagi energi untk memajukan organisasi. Mencari pengurus cabang yang mau dan mampu, itulah tantangannya pada periode ketiga ini.

Diakuinya, pengurus Pasundan hampir 70 persen adalah guru. Posisi guru pada masa lalu dan sekarang sudah jauh berbeda. Jika dulu guru menjadi penggerak revolusi, sekarang guru tak bisa menghindar dari beragam urusan administrasi. Waktunya tak tersisa lagi untuk mengelola organisasi. Mencari pengurus di luar guru inilah salah satu faktor yang terlambat diantisipasi.

Untuk pengurus di tingkat pusat, rasanya tidak akan ada kendala. Prof. Didi tinggal memilih prioritas yang ingin dipacunya selama lima tahun ke depan. Ia dapat menempatkan the right man on the right place sesuai kapasitas dan kapabilitas masing-masing. Istilahnya, ia dapat memilih “kabinet kerja” yang sesuai prioritas garapannya. Kepengurusan yang dapat memacu mobil Pasundan pada gigi empat, seperti yang diinginkannya.

Wilujeng, Prof. Didi, semoga Pasundan ngajomantara dapat diwujudkan dalam kepemimpinan periode ketiga ini.

Iip D. Yahya, peneliti dan penulis.