Seseseorang ketika menjadi pemimpin publik, apakah pemimpin level RT, RW, kepunduhan, desa, kabupaten hingga pusat menjadi seorang Presiden adalah orang yang telah di pilih Tuhan sekaligus melalui perantaraan manusia lain melalui mekanisme apakah melalui musyawarah maupun pemilihan langsung.
Seorang pemimpin bagaimanapun adalah dia yang memiliki sesuatu yang lebih dalam dirinya. Apakah itu kelebihan personal baik sifat maupun karakter diri, maupun kelebihan ilmu dan pengalaman serta skill yang secara sosial dianggap dan dipercaya oleh publik. Sehingga dia menempati level trust dan ketokohan tersendiri secara sosial.
Bagaimanapun, kepemimpinan sejatinya dimaknai sebagai satu proses mempengaruhi orang lain, baik bawahan maupun kelompok untuk bekerja sama dalam rangka pencapaian tujuan. Di situlah makna persambungan antara Kepemimpinan, sosok pemimpin dan objek yang dipimpin serta tujuan yang hendak dicapainya.
Ada banyak gaya dan tipe kepemimpinan. Secara teori banyak disebut oleh para ahli, ada tipe kepemimpinan otoriter atau dominator, ada tipe demokratis, tipe kharismatis, ada juga tipe yang situasional, dan lain sebagainya.
Gaya kepemimpinan seseorang akan identik dengan gaya dan karakter dirinya yang dibentuk oleh latar belakang keluarga, pendidikan dan lingkungan komunikasi dan sosial yang melingkupinya.
Seseorang yang dilahirkan dengan gen kepemimpinan akan terlihat natural perkembangan biologis dan sosiologisnya karena boleh jadi dia akan meng-copy paste keturunannya ke atas, bisa ayah atau kakeknya.
Seseorang yang terbentuk secara sosiologis lingkungan sosialnya juga akan terbentuk watak dan kepribadiannya. Apakah dia seorang petarung atau pengekor. Pemimpin identik dengan karakter petarung bukan safety player.
Dalam keseluruhan fenomena dan bacaan sederhana itu, ada satu hal yang tidak boleh absen dari jiwa pemimpin sejati yang biasanya akan di segani dan di hormati oleh semua kalangan.
Dia adalah pemimpin atau calon pemimpin publik dalam level apapun yang masih menempatkan dua telinganya lebih utama di banding satu mulutnya. Dia yang lebih banyak mendengar daripada banyak bicara. Dia yang selalu mengamggap bahwa apa yang ada di luar pengetahuannya lebih luas dan lebih banyak dibanding apa yang dia ketahui dan pahami.
Pemimpin yang mau mendengar, dia tidak akan arogan. Tidak akan merasa paling pintar dan paling jago. Dia akan mendengar nasihat dan masukan apapun dan dari siapapun selama itu bernilai kebaikan.
Pemimpin yang mau mendengar, akan memaknai arti penting kebersamaan dan kerjasama. Bukan dia yang merasa bisa dilakukannya sendiri. Dia yang menggunakan manajemen tukang cukur. Dia yang menganggap dirinya paling perfecsionis, paling sempurna sehingga dia adalah satu-satunya rujukan.
Pemimpin yang mau mendengar adalah pemimpin yang yakin dan percaya bahwa kesempurnaan dan pencapaian suatu tujuan hanya bisa di capai dengan penggunaan rymus matematika sekaligus. Pertambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Pemimpin yang mau mendengar adalah dia yang masih menyediakan ruang kepercayaan pada orang lain, bukan dia yang dikepala dan hatinya penuh dengan kekhawatiran dan curiga dan ketidakpercayaan.
Pemimpin yang mau mendengar itu adalah dia yang memiliki kesadaran lahir dan bathin sekaligus. Kepekaan hati dan pikiran yang seimbang. Sehingga dia mampu menjaga Mulutnya, Menjaga Akhlak dan perilakunya, Bisa membaca orang lain dengan benar dan memperlakukannya secara tepat.
Pilkada Kabupaten Tasikmalaya nanti adalah saatnya bagi kita semua, untuk Menelaah Siapa kandidat pemimpin yang bisa lebih mendengarkan. Dan lebih sedikit bicaranya. Tapi jaminannya dia bekerja lebih banyak dan lebih keras untuk rakyatnya.