KAPOL.ID –
Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tadjuddin Noer Effendi mengingatkan dampak jika masyarakat Indonesia melakukan boikot terhadap produk-produk. Seperti angka pengangguran akan naik karena banyak yang terkena PHK.
Dia mengatakan pengusaha Indonesia tidak ada hubungannya sama sekali dengan yang disebutkan sebagai penyumbang dana atau pendukung agresi Israel ke Palestina.
“Pengusaha Indonesia itu hanya membeli license. Memang namanya nama Amerika, tetapi kan sebetulnya sudah dimiliki katakanlah Indonesia.”
“Kemudian itu diboikot, dan kalau mereka tutup akan terjadi PHK. Yang rugi kita sebenarnya seperti itu,” ujarnya pada rilis yang diterima KAPOL.ID, Jumat (17/11/2023).
Dia mengajak masyarakat agar jangan gegabah untuk cepat-cepat melakukan aksi boikot dan melihat secara rasional.
Perusahaan yang disebut-sebut milik Israel dan afiliasinya, sekarang sudah sebagian besar digerakkan oleh modal Indonesia.
“Dalam hal ini kita hanya membayar fee pada mereka. Tapi, keuntungan bagi kita itu kan adalah perusahaan-perusahaan itu dapat menyerap pekerja-pekerja kita. Dan kemudian dapat membantu menurunkan kemiskinan dan pengangguran,” ucapnya.
Selain itu, target pemerintah yang ingin menurunkan angka stunting juga akan terhambat. Karena banyak masyarakat yang tidak lagi bisa memberikan gizi yang baik bagi anak-anak mereka akibat kemiskinan yang dialami karena terkena PHK.
“Jadi, dampaknya banyak. Kalau sudah terjadi kemiskinan, nanti tidak bisa menyekolahkan anak. Secara garis besar, efek berantai dari boikot itu sangat banyak dialami oleh masyarakat kita sendiri,” tuturnya.
Sementara, lanjutnya, angka stunting saat ini saja masih sangat besar, begitu juga dengan angka pengangguran, dan angka kemiskinan.
“Apalagi pukulan Covid beberapa waktu lalu masih belum sepenuhnya normal. Kita dihantam global ekonomi, perang Rusia, sekarang ada perang Israel Palestina yang dampaknya nanti kepada harga minyak dan sebagainya.”
“Seharusnya kita memikirkanlah agar jangan sampai terjadi lagi masalah-masalah sosial yang dapat merugikan masyarakat kita. Kita harus berpikir secara positif jangan main boikot gitu,” katanya.
Bijak
Tadjuddin pun mengajak seluruh warga masyarakat agar bisa berpikir yang lebih positif dalam menyikapi ajakan melakukan aksi boikot itu untuk kepentingan orang banyak.
“Disingkirkan dululah tindakan-tindakan yang justru merugikan masyarakat kita sendir. Agar negara kita pilih dulu setelah mengalami hal-hal sulit beberapa waktu lalu,” tegasnya.
Kata Tadjuddin, tindakan melakukan aksi boikot ini dampaknya akan semakin fatal. Dan dikhawatirkan memantik ledakan sosial.
“Sudah dalam keadaan tegang, ditambah dengan angka pengangguran, akan gampang sekali terjadi ledakan sosial yang menyebabkan konflik horizontal, dan sebagainya. Kita nggak bisa bayangkan bagaimana dampaknya jika itu sampai terjadi,” ujarnya.
Dia khawatir kerja keras yang dilakukan Indonesia selama ini akan menjadi sia-sia. Butuh 20 tahun atau bahkan 30 tahun lagi untuk bisa bangkit lagi seperti semula.
“Ada yang menginginkan kita seperti itu, ada kekuatan kekuatan luar sana yang menginginkan kita seperti itu,” ungkapnya.***