Warga Tasikmalaya kembali dihebohkan dengan penggeledahan kantor milik BUMN di Kota Tasikmalaya, berkaitan penangkapan terduga teroris inisial W yang ditangkap di Kota Cirebon, Kamis (17/10/2019). Dikabarkan bahwa terduga teroris inisial W yang ditangkap di Cirebon itu sudah bekerja 2 tahun sebagai operator di gardu induk PLN Sambongjaya Tasikmalaya, dan diduga terlibat jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Densus 88 Polri didampingi kepolisian sektor Mangkubumi dan anggota Polres Tasikmalaya masuk menggeledah gardu induk PLN Tasikmalaya, Senin (21/10/2019). Dari penggeledahan tersebut, Densus 88 mengamankan barang bukti berupa busur panah dan buah anak panah lengkap dengan papan target, 1 buah buku berjudul Abu Bakar Basyr, 2 buah buku catatan, 3 buah pensil, 4 buah pisau, alat cukur jenggot, 3 buah kecamata, 1 buah senjata angin merek canon beserta isi peluru dan 1 buah teregis kain warna hitam. Sejumlah barang bukti tersebut telah diamankan di Polresta Tasikmalaya.
Seolah membenarkan pernyataan sebelumnya, terkait pemprov Jabar Nir-Narasi Deradikalisasi. Lemahnya upaya pemerintah daerah dalam mengantisipasi masalah radikalisme, bahkan condong tidak berkutik. Padahal ini sangat penting diperhatikan pemerintah daerah, ini sudah mengganggu stabilitas dan ketentraman masyarakat. Belum melihat upaya pencegahan atau program kamtibmas, bahkan Pemprov seperti tidak berdaya.
Beberapa kali kita mendengar yang terlibat teroris ini ber-KTP Jabar. Jangan sampai di tanah pasundan ini jadi tempat berkembang biaknya radikalisme dan terorisme. Pemerintah Daerah, baik provinsi atau pemerintah Kota Tasikmalaya khusus yang tidak punya model sosialisasi pada masyarakat terkait radikalisme.
Terorisme ini PR kita bersama, cuma andil pemerintah daerah harus terlihat menonjol, berikan eduksi pada masyarakat. Teroris hidup di tengah-tengah masyarakat, jadi harus ada pendekatan dan pencegahan, agar tidak terus tumbuh subur.Teroris sudah di halaman kita, kalau semua diam, siapa yang mau tanggung jawab?