KAPOL.ID – Kalangan legislatif menyoroti tajam soal Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai gerakan Rereongan Sapoe Sarebu atau “Poe Ibu”.
Anggota Komisi V DPRD Jabar sekaligus Ketua Fraksi PPP, Zaini Shofari secara tegas mengkritik program donasi Rp1.000 per hari tersebut.
Ia menilai berpotensi disalahartikan dan justru menjadi beban baru bagi masyarakat.
“Meskipun semangat gotong royong penting, implementasi “Poe Ibu” yang tertuang dalam Surat Edaran Nomor 149/PMD.03.04/KESRA terkesan dipaksakan,” kata Zaini dalam pernyataannya yang disampaikan pada Senin (6/10/2025).
Zaini menegaskan, Gerakan Poe Ibu ini menurut saya dipaksakan atas nama kesetiakawanan.
Zaini memperingatkan bahwa imbauan untuk menyisihkan uang seribu rupiah bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), pelajar, dan masyarakat umum berisiko menimbulkan persoalan.
“Bagi ASN, program ini dapat dianggap sebagai perintah atasan yang harus diikuti. Sementara bagi siswa, kegiatan ini berbenturan dengan aturan larangan pungutan liar di sekolah,” tuturnya.
Setiap ada pungutan apapun namanya di sekolah, kata Zaini, itu dilarang.
“Tapi sekarang gubernur mengajarkan, bahkan dilegalkan,” ucapnya.
Ketua Fraksi PPP ini juga mempertanyakan dasar hukum gerakan ini. Meski Pemprov Jabar mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial, Zaini melihat adanya inkonsistensi dengan regulasi lain.
“Rereongan Sapoe Sarebu ini menyandarkan pada PP tersebut, tapi di satu sisi Gubernur menabrak aturan lain, seperti soal rombongan belajar yang dioptimalkan dari 36 menjadi 50 siswa,” jelas Zaini.
Ia juga menyoroti inkonsistensi dalam penanganan sumbangan. Masyarakat yang menggalang dana untuk pembangunan rumah ibadah seringkali dilarang, sementara program pemerintah yang serupa justru didorong
Lebih jauh, Zaini menilai kebijakan semacam ini mencerminkan pemerintah dalam mengelola keuangan daerah. Alih-alih mencari solusi struktural, pemerintah justru membebankan tanggung jawabnya kepada masyarakat.
“Model seperti ini tidak bagus dalam tata kelola bernegara, khususnya keuangan. Pajak masyarakat sudah dibayar, tetapi mereka kembali dilibatkan untuk menutupi kekurangan,” tegasnya.
Ia juga menolak alasan banyaknya pengaduan masyarakat di Lembur Pakuan sebagai pembenaran bagi gerakan ini.
“Jangan kemudian dijadikan alasan untuk memperkuat seolah-olah ini bagian dari kesetiakawanan,” kata Zaini.
Menurut Zaini, semangat gotong royong dan kesetiakawanan sosial sudah lama hidup dan mengakar dalam masyarakat Indonesia tanpa perlu dilembagakan melalui surat edaran.
“Masyarakat dari dulu rereongan, saling bantu. Jadi jangan kemudian direduksi dengan institusionalisasi ini. Masyarakat bergerak atas dasar kesadaran, bukan karena edaran,” ujarnya. (Jaenal) ***












