KANAL

Sinyal dan Tingkat Sosial, Jadi Kendala Belajar Daring di Garut

×

Sinyal dan Tingkat Sosial, Jadi Kendala Belajar Daring di Garut

Sebarkan artikel ini

KAPOL.ID – Semenjak diberlakukannya PSBB Pemerintah terpaksa mengharuskan anak-anak sekolah untuk belajar di rumah, terlebih setelah diberlakukan AKB (Adaptasi Kebiasaan Baru) para siswa pun harus bisa memulai beradaptasi dengan segala kebiasaan yang baru, termasuk cara belajar dengan menggunakan system Daring (Belajar Dalam Jaringan).

Tapi apa yang terjadi, beradaptasi dengan kebiasaan baru bukanlah suatu hal yang mudah untuk dilakukan, terlebih kalau tidak ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai.

Seperti halnya yang terjadi sekarang di Kabupaten Garut, belajar melalui sistem Daring memang merupakan sistem belajar yang dianggap epektif demi menghindari kerumunan masa sekaligus memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19 dimasa pandemi.

Tapi di sisi lainnya, sarana dan prasarana yang belum disiapkan secara matang masih tetap menjadi kendala.

Coba saja kita perhatikan, berapa persen jumlah masyarakat prasejahtera yang masih terdapat di Kabupaten Garut?.

Bila saja dalam satu keluarga prasejahtera ada tiga atau empat anak yang masih sekolah, apakah mampu kedua orang tuannya menyediakan handphone sebanyak jumlah anaknya?.

Sementara dalam satu hari anak-anaknya harus mengikuti kegiatan belajar secara bersamaan.

Kita juga tentu masih teringat akan sebuah kasus yang terjadi belum lama ini, dimana ada orang tua yang mencuri sebuah handphone demi untuk memenuhi kebutuhan anaknya dalam mengikuti kegiatan belajar secara daring, sampai-sampai kejadian mengharukan ini mampu menggugah aparat hukum, pejabat dan kalangan masyarakat di Kabupaten Garut.

Kalaupun kedua orang tuannya bisa memaksakan diri untuk menyediakan handphone melalui pembayaran cicilan, apakah mereka juga mampu menyediakan kuota agar anak-anaknya bisa mengikuti kegiatan belajar di rumah.

Satu hal yang sulit dihindari dari AKB bagi siswa dalam mengikuti belajar melalui sistem daring, karena berdasarkan keterangan Wakil Bupati Garut, Helmi Budiman, hingga saat ini di Kabupaten Garut masih terdapat sekitar 150 desa yang masih kesulitan untuk mengakses signal.

Jangankan menggunakan internet, melakukan komunikasi melalui handphone juga katanya sudah tidak bisa.

Masalah inlah mungkin yang harus mendapatkan perhatian khsusus bagi pemerintah, baik pemerintah Kabupaten Garut, Provinsi maupun Pusat.

Karena mau bagaimana jadinya anak-anak kita bila keadan Covid-19 belum mau hengkang dari bumi pertiwi, dan para anak sekolah harus berlama-lama mengikuti kegiatan belajar melalui sistem Daring.

Sudah barang tentu akan terjadi ketidak seimbangan wawasan antara anak orang-orang berada dengan anak-anak yang orang tuanya masih berada di bawah garis kemiskinan, antara anak-anak yang tinggal di desa yang sudah bisa mengakses signal dengan yang belum, karena ada ketidakseimbangan sarana dan prasarana yang dimiliki.

Masalah lainnya, dihawatirkan pula akan terjadi penurunan kwalitas mutu pendidikan diantara sisa-siswi di musim pandemi dengan siswa-siswi sebelumnya, atau pasca pandemi.

Karena walau bagimana pun sudah barang tentu, kwalitas pembelajaran normal secara bersama-sama di sekolah akan berbeda dengan kwalitas pembelajaran sendiri-sendiri dengan menggunakan sistem Daring. (Anang KN)***