OPINI

Sisi Kehidupan

×

Sisi Kehidupan

Sebarkan artikel ini
Jejep Falahul Alam

Oleh: Jejep Falahul Alam

Hidup di dunia ini bukanlah tempat yang nyaman untuk menutup telinga dari orang orang yang memberikan dampak buruk terhadap orang lain, terutama terhadap psikis kita (orang toxic). Itu sudah pasti terjadi.

Prilaku semacam ini pasti akan kita temui dalam perjalanan hidup kita.

Baik mulai dari sekolah dasar, menengah, hingga perguruan tinggi, dunia kerja, dan lingkungan masyarakat.

Karena isi kepala dan karakter setiap orang berbeda-beda, hal ini tak dapat dihindari. Betul bukan?

Sadar atau tidak, jika kita bijak, kita akan melihat bahwa mereka yang berbuat buruk sebenarnya tidak sepenuhnya bertindak atas kehendak mereka sendiri.

Ada intervensi dari makhluk halus, yang dengan sengaja “menyuntikkan” sifat buruk seperti iri dan dengki. Siapa makhluk halus itu? Jawabannya adalah setan dan iblis.

Sejak zaman Nabi Adam hingga zaman Nabi Muhammad SAW, banyak kisah perjalanan hidup manusia yang bisa dijadikan pelajaran. Perebutan kekuasaan, harta, dan wanita selalu terjadi di setiap masa.

Tak perlu mencontohkan diri kita sendiri saat menghadapi masalah dengan orang lain.

Bayangkan saja, Nabi Muhammad SAW, sosok yang suci dan diutus untuk membawa rahmat bagi alam semesta, masih ada yang membenci.

Apalagi kita, manusia biasa yang penuh dengan dosa.

Menghadapi cobaan hidup semacam ini sudah pasti melelahkan.

Termasuk dalam melaksanakan perintah Nya dan menjahi larangan-larangan sesuai dengan syariat dan ketentuan agama.

Menghadapi orang yang tak suka kepada kita, lebih baik bersabar. Ini adalah bagian dari kehidupan agar kita menjadi pribadi yang tangguh.

Seperti pepatah mengatakan, “Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa.” Maka untuk mencapai ketenangan, tanggapilah kebencian dengan kebaikan.

Nabi Muhammad SAW yang menjadi panutan kita semua, menekankan balaslah keburukan dengan kebaikan. Selalu tebarkan kasih sayang dan kebaikan di sekitar kita.

Sebab kebaikan yang kita tanam akan kembali tumbuh dalam bentuk yang lebih baik.

Tak lupa, kita juga harus rutin mengevaluasi diri. Mungkin ada kekurangan atau kesalahan yang perlu diperbaiki.

Jadikan kritik sebagai bahan introspeksi, bukan sebagai beban pikiran. Memang semua ini tidak mudah, tapi dengan niat yang kuat dan kesabaran, segala cobaan pasti berlalu.

Ibarat hujan, pasti ada redanya. Karena setiap rintangan menyimpan pelajaran berharga. Albert Einstein pernah berkata, “Di dalam kesulitan terdapat kesempatan.” Gunakan setiap tantangan sebagai peluang untuk tumbuh dan belajar.

Namun, di balik banyaknya orang yang tak suka, ada pula orang yang peduli, sayang, perhatian, dan mendukung kita.

Orang terdekat seperti orang tua, saudara kandung, keluarga, dan sahabat adalah mereka yang selalu ada untuk kita.

Oleh karena itu, kita harus melihat kehidupan dari berbagai sudut pandang.

Kehidupan ini penuh dengan dinamika dan tantangan. Memahami hal ini akan membuat kita lebih siap menghadapinya dengan bijak dan penuh optimisme.

Sebagaimana pepatah bijak mengatakan, “Hidup adalah serangkaian pelajaran yang harus dijalani untuk dimengerti.” Mari kita jalani setiap detiknya dengan hati yang lapang dan pikiran yang positif. Semoga. ***

Penulis adalah Ketua RT 14 RW 05 Perum Asabri Kelurahan Simpeureum Kecamatan Cigasong Kabupaten Majalengka.