Oleh Vina Fitrotun Nisa
Lulusan S2 jurusan Ketahanan Nasional di Universitas Indonesia.
Saat ini bekerja sebagai PPNPN di Kementerian PPN/Bappenas.
Semarak merayakan peringatan HUT RI ke 78 masih terasa hingga kini. Perayaan ini dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai Pulau Rote, masyarakat kota, desa, miskin dan kaya sama-sama merasakan kemeriahannya dengan berbagai ekspresi yang berbeda.
Berbicara tentang 17 Agustusan, biasanya masyarakat sedikit diingatkan dengan memori sejarah masa lalu. Salah satunya tentang tokoh-tokoh pendiri bangsa. Dalam peringatan HUT Indonesia, biasanya ada dua nama yang terus menerus disebut dan diingat. Keduanya tak lain adalah presiden dan wakil presiden pertama Indonesia yakni Soekarno dan Muhammad Hatta.
Presiden Soekarno berasal dari suku Jawa dan Muhammad Hatta berasal dari suku Minangkabau. Berdasarkan pengalaman pribadi, masuk dan bertahan di dunia politik dan pemerintahan bagi orang sunda merupakan hal yang tidak mudah. Dari aspek internal, hal ini mungkin dilatarbelakangi oleh kecenderungan masyarakat sunda yang tidak menyukai konfrontasi. Sehingga ini juga yang kemudian membuat banyak nama masyarakat sunda lebih sukses di dunia profesional, diplomasi dan hiburan, ketimbang dunia politik dan pemerintahan. Sebelumnya saya ingin menyebut bahwa kesimpulan tersebut berdasarkan pengamatan pribadi yang masih memerlukan penelitian lebih jauh.
Dalam kultur politik Indonesia sendiri, tendensi kesukuan memang menjadi salah satu hal yang sulit dihindarkan. Hingga saat ini setidaknya terdapat salah satu anggapan bahwa dunia politik dan birokrasi di tanah air diisi secara mayoritas oleh orang-orang dari suku Jawa dan Minang. Dalam pemilihan DPR RI misalnya, sudah menjadi hal yang biasa jika kursi-kursi daerah pemilihan di Jawa Barat dimenangkan oleh mereka yang berasal dari kedua suku tersebut.
Lalu pertanyaannya, di mana dan bagaimana posisi Suku Sunda dalam politik dan birokrasi Indonesia. Mengapa nama mereka jarang disebut dalam sejarah bangsa. Apakah hal tersebut disebabkan oleh minimnya pemberitaan atau minimnya kontribusi. Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut mari kita ambil pertanyaan lagi.
“Dalam 78 tahun kemerdekaan Indonesia, tahukah anda setidaknya 3 tokoh dari Suku Sunda yang menduduki jabatan sebagai Menteri atau perdana Menteri?”. Jika pertanyaan ini diujikan kepada 10 remaja asal sunda, apakah mereka mampu menjawabnya ketibang pertanyaan siapakah tokoh proklamator Indonesia. Karena jika ditelisik lebih jauh, sebenarnya ada sejumlah nama besar dari Suku Sunda.
Djuanda
Berbeda dengan dunia politik, dalam dunia birokarasi ternyata ada sejumlah nama besar orang Sunda yang dikenal karena kontribusi dan pemikirannya untuk Indonesia. Sebut saja nama Umar Wirahadikusumah yang merupakan Wakil Presiden Indonesia ke-4, Djuanda Kartawidjaja yang merupakan Perdana Menteri ke-11 dan Mochtar Kusumaatmaja yaitu Menteri Luar Negeri Indonesia ke-12.
Adalah Djuanda Kartawidjaja lahir di Tasikmalaya, merupakan pencetus “Deklarasi Djuanda”. Deklarasi ini merupakan perjuangan diplomasi yang mengubah dan menambah luas wilayah Indonesia secara signifikan. Bayangkan saja, sebelum deklarasi ini tercetus dan diakui secara internasional, laut Indonesia hanya diakui sepanjang 3 mil dari garis pantai. Dengan demikian, perairan lainnya yang masih berada di antara pulau di Indonesia dianggap sebagai perairan internasional dimana bangsa lain dapat leluasa mengeksplorasi kekayaan di dalamnya.
Gagasan Djuanda tentang perairan Indonesia, tidak begitu saja diterima oleh negara lain. Hingga pemikiran ini diakui, masih ada dua tokoh lain yang memperjuangkannya melalui jalur diplomasi yaitu Hasyim Djalal dan Mochtar Kusumaatmadja.
Setelah Deklarasi Djuanda diakui dalam United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982, luas wilayah perairan Indonesia bertambah menjadi 5,8 juta km2. Dengan demikian, perairan yang berada diantara pulau di Indonesia, tidak lagi dianggap sebagai pemisah, melainkan menjadi pemersatu antara satu pulau dengan pulau lainnya.
Deklarasi Djuanda merupakan cara pandang yang dapat mengubah segala aspek kehidupan secara menyeluruh. Bayangkan saja, berapa banyak potensi kekayaan laut yang dimiliki Indonesia telah meningkat seiring dengan meningkatnya wilayah perairan Indonesia. Kekayaan alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan bangsa Indonesia, seperti ekonomi dan meningkatkan sumber daya manusia.
Jejak kepahlawanan tersebut merupakan hal yang penting untuk diceritakan kepada generasi bangsa Indonesia terutama masyarakat sunda sendiri. Sebagai motivasi dan pengingat bahwa masyarakat sunda pun sama-sama memiliki daya tawar dan kontribusi yang besar terhadap Indonesia. Dengan begitu, kita yang merupakan masyarakat sunda, perlu memiliki kesadaran ekonomi dan politik untuk menjunjung tinggi nilai-nilai sejarah, budaya, norma dan adat istiadat masyarakat Sunda.***