KAPOL.ID – Pernyataan tegas Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail, untuk menegakkan aturan dan menindak segala bentuk pelanggaran hukum di tubuh birokrasi, kini menuai ujian.
Di tengah sorotan publik, sejumlah aktivis menantang Jeje membuktikan kata-katanya dengan tindakan nyata.
Dalam pernyataannya, Jeje menegaskan bahwa roda pemerintahan Bandung Barat harus berputar dalam rel aturan yang jelas dan transparan.
Ia mengaku membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menyampaikan temuan pelanggaran di lingkungan Pemkab Bandung Barat.
“Saya mendukung elemen masyarakat apabila menemukan hal janggal di Bandung Barat. Semua akan segera ditindaklanjuti,” kata Jeje, Sabtu (11/10).
Ia memastikan akan berkoordinasi dengan Polres dan Kejaksaan Negeri Bandung Barat untuk mengusut setiap dugaan penyimpangan.
“Bila ada laporan penyalahgunaan wewenang atau korupsi, saya akan perintahkan Inspektorat dan Aparat Penegak Hukum melakukan pemeriksaan detail,” tegasnya.
Namun janji tersebut justru memantik kritik keras dari kalangan masyarakat sipil.
Ketua LSM Barisan Muda Peduli Rakyat (BMPR), M. Safari Zaelani, menilai ucapan Bupati Jeje tak akan berarti tanpa keberanian mengeksekusi.
“Kalimatnya manis, statemennya tegas. Tapi kapan tindakannya? Rakyat sudah terlalu sering diberi kata-kata indah, tapi jarang melihat aksi,” ujar Safari, Minggu (12/10).
Safari menuding, permasalahan di Bandung Barat bukan soal kurangnya komitmen, melainkan minimnya keberanian untuk bertindak.
“Komitmen tanpa keputusan hanyalah retorika murahan. Publik sudah muak,” tegasnya.
Safari membeberkan sederet praktik yang disebutnya sudah menjadi “rahasia umum” di Bandung Barat.
Dari mutasi jabatan tidak adil, permainan proyek, hingga APBD yang disebut ‘dipreteli’.
“Carut-marut administrasi, permainan jabatan, proyek siluman, Silpa yang dimainkan — itu semua bukan isu, tapi fakta telanjang,” ujarnya.
Ia juga menyebut nama-nama yang diduga memiliki pengaruh besar dalam lingkaran kekuasaan: AZ (Sekda), Ridwan (aspri Bupati), dan DAM (oknum anggota dewan).
“Semua orang tahu peran mereka. ASN tahu, media tahu, bahkan Bupati seharusnya tahu. Kalau Bupati masih pura-pura tidak tahu, berarti dia sedang membiarkan dirinya dikendalikan oleh lingkaran setan kekuasaan,” tandas Safari.
Safari menegaskan, pembersihan birokrasi harus dimulai dari dalam istana kekuasaan Bupati sendiri.
“Bandung Barat tidak akan sembuh kalau virusnya dibiarkan hidup di tubuh pemerintahan,” ujarnya.
Ia menuding bahwa loyalitas semu dari orang-orang dekat Bupati justru menjadi sumber pengkhianatan politik.
“Mereka menggunakan nama Bupati untuk menekan ASN, mengatur proyek, bahkan mengancam aktivis,” katanya.
Menurutnya, masyarakat tak ingin sejarah kelam terulang kembali, ketika tiga pemimpin tertinggi Bandung Barat berakhir di tangan KPK.
“Rakyat tidak ingin Bupati keempat menjadi korban sistem busuk yang sama,” kata Safari lantang.
Safari menantang Bupati Jeje untuk mengambil langkah berani: menonaktifkan Sekda AZ, menghentikan aspri Ridwan, dan menegur keras oknum dewan DAM.
“Kalau Bupati berani melakukan itu, rakyat akan mendukung sepenuhnya. Tapi jika diam, publik akan menyimpulkan: Bupati bukan bagian dari solusi, tapi bagian dari masalah,” ujarnya.
Gerakan masyarakat sipil seperti Komando Kesatuan Peduli Merah Putih (KKPMP), aktivis, dan media lokal disebut siap bersatu dalam “Koalisi Rakyat untuk Bandung Barat Bersih.”
“Ini bukan kebencian kepada Bupati, tapi cinta kepada Bandung Barat. Kami tidak akan berhenti sampai ada tindakan nyata,” tegas Safari.
Kondisi Bandung Barat kini berada di persimpangan sejarah.
Apakah Jeje Ritchie Ismail akan dikenal sebagai pemimpin pembawa perubahan, atau menjadi bagian dari generasi keempat kepala daerah yang tumbang akibat korupsi?
“Puzzle penyimpangan sudah lengkap. Tinggal satu potongan terakhir yang menentukan hasilnya: tindakan Bupati,” tutup Safari.
Dan jika tindakan itu tak kunjung datang, masyarakatlah yang akan menyelesaikan puzzle itu dengan cara mereka sendiri.***










