Beras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat di Asia. Indonesia sebenarnya sebelumnya pernah menggalakan program pengurangan ketergantungan beras. Contohnya program yang dilakukan oleh pemerintah kota depok yang menggalakan program “one day no rice” namun meskipun begitu ketergantungan masyarakat terhadap beras sulit dihindarkan.
Hal ini dapat dilihat dari data yang disusun oleh Kementrian republic Indonesia tentang konsumsi dan produksi beras di Indonesia. meskipun program-program penganekaragaman pangan digalakan namun faktanya konsumsi masyarakat terhadap beras selalu lebih tinggi dibandingkan produksi beras nasional.
Hal ini disebabkan oleh dua hal pertama beras bukan hanya dijadikan sebagai makanan pokok tetapi penggerak bisnis lainnya seperti rumah makan, bahan baku kue dan lain sebagainnya, kedua kedidakseimbangan antara konsumsi dan produksi disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun dan defisit produksi beras setiap tahun, atau bisa jadi terdapat ketimpangan statistik antara jumlah produksi dan konsumsi beras di Indonesia. untuk menggambarkan ketergantungan beras di Indonesia dapat tergmbar dalam grafik dibawah ini. Sumber: www.kementan.go.id (diolah)
Grafik di atas menjelaskan kesenjangan antara konsumsi dan produksi beras nasional. Kondisi produksi cenderung fluktuatif dari tahun 2015 hingga 2018, Pada tahun 2015 produksi mencapai angka 75.399 ton dan mengalami penurunan produksi yang signifikan pada tahun 2015 menjadi 54.032 ton.
Pada tahun 2017 produksi beras mengalami sedikit kenaikan dengan jumlah 55.025 ton dan pada tahun 2018 kembali mengalami kenaikan menjadi 56.538 ton. Namun dari gambar diatas terlihat kesenjangan yang cukup tinggi antara produksi dan konsumsi. Sehingga meskipun produksi mengalami kenaikan, tetapi tak dapat mencukupi kebutuhan beras nasional.
Menurunnya daya beli dan terbatasnya produksi beras nasional merupakan rambu-rambu ancaman awal bagi ketahanan pangan di Indonesia. meskipun pemerintah dapat meningkatkan ketersediaan pangan dengan melakukan impor beras, namun hal tersebut tidak terbukti efektif menjamin tingkat ketahanan pangan sampai dengan level rumah tangga.
Oleh karenanya penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk menyiapkan alternatif-alternatif dalam menanggulangi ancaman ketahanan pangan ini sebagai dampak langsung dari diterapkannya kebijakan social distancing. Kebijakan tanggap bencana ini bisa jadi terus diperpanjang sampai bulan agustus, namun kepastian dan kesiap sediaan dalam menjamin pasokan pangan harus juga menjadi prioritas.