BUDAYAOPINI

Langkah Tegap Manusiawi di Hadapan Pandemi

×

Langkah Tegap Manusiawi di Hadapan Pandemi

Sebarkan artikel ini

Oleh Fitrahul Barry

Kabar yang sempat tenggelam, kembali tinggi mengangkasa. Melesat di atas tanah, saling sambung mulut telinga. Isu geng motor belum reda, pilkada hampir tiba, pandemi kembali unjuk dada.

Entah benar atau tidak, konspirasi tetap sembunyi dalam kata. Punggawa-punggawa kekuasaan kembali tampil ingatkan petaka. Protokoler kesehatan, merupakan formalitas yang jauh dari realitas. Kesadaran individu seakan hanyut dalam derasnya arus kebutuhan hidup.

Pandemi tambah nyata dalam pandang mata. Beberapa fasilitas kesehatan ditutup. Makin tipis jarak antara informasi dan fakta. Belum habis ujung lidah mengucap kata, gambar-gambar beruntun tampil di gawai. Sosial media benar-benar memanjakan insan penghamba berita.

Lantas bagaimana kita menangkap makna dari semburan peristiwa di beranda maya ataupun nyata? Pandemi Covid 19 dari manapun itu berasal, tak ada alasan logis bagi kita untuk menyepelekannya. Sebanyak apapun teori konspirasi bertebaran, toh pembuktiannya hanya berputar dalam asumsi.

Data-data yang muncul perihal itu, seakan mental dengan sendirinya dilibas tangis dan ketakutan para korban dan keluarganya. Tegakah kita bercuap-cuap ria di hadapan para keluarga yang anggotanya meninggal ataupun sakit tervonis Covid?

Begitupun sebaliknya, setakut-takutnya kita, se-protektif-profektifnya kita terhadap Covid, toh belum tentu jadi jaminan pembebasan diri dari tertulari. Rasa berani berlebihan malah mewujud rasa sombong, begitupun rasa takut berlebihan hanyalah melahirkan jiwa-jiwa pesimistis yang gagap mengarungi hidup.

Sekelumit makna yang tergali dari eksistensi Covid saat ini adalah pentingnya mawas diri. Jangan sampai teriak lantang tapi pikiran kerontang. Untuk menghindari rasa sombong, lihatlah jumlah penderita yang semakin meningkat tiap hari. Untuk melawan rasa pesimis, lihat pula jumlah penderita yang berhasil sehat kembali. Tuhan selalu menciptakan sesuatu itu berpasangan.

Tumbuhkanlah keyakinan bahwa semua virus akan ada antivirusnya. Lha sampai saat ini kan Covid belum ditemukan antivirusnya? Antivirus berupa wujud memang belum ditemukan. Namun antivirus yang diproduksi diri manusia pasti sudah ada. Itu buktinya lebih banyak yang sembuh daripada yang meninggal.

Dititik tertentu, diri manusia bisa memproduksi penangkal penyakit dengan sendirinya. Sebutannya bisa “kekuatan semangat hidup”, “keinginan kuat” atau apapun. Namun semuanya berpusar pada pengenalan diri dan mekanisme takdir.

Barangsiapa mengenal dirinya, dia akan mengenal penciptanya. Pencipta diri kita tentu pula pencipta kehidupan, tentupula Dia-lah pencipta Covid. Bahkan bila Covid dipercaya sebagai hasil konspirasi, toh yang berkonspirasi pun tentu ciptaan-Nya.

Dekat-dekatlah dengan Sang Pencipta. Jagalah terus intensitas komunikasi kita dengan-Nya. Tentu langkah-langkah kita dalam perjalanan hidup akan selalu dijaga-Nya. Pandemi ini hanyalah salah satu fase dari proses kehidupan yang harus kita jalani.

Begitupun dengan segala akibat negatif yang muncul bersamaan pandemi, macam pelemahan ekonomi, keterbatasan gerak, ataupun rasa khawatir dan tidak tenang, semuanya tentu akan berakhir. Hingga saatnya tiba kita hanya perlu bersabar.

Klise memang, sloganistik sekali, tapi cobalah kita kaji mengapa ajaran agama selalu menitikfokuskan pada kata sabar. Sabar itu bukan diam, jauh pula dari putus asa, tapi adalah akumulasi dari seluruh ikhtiar yang bisa kita lakukan.

Sabar itu bukan penina-bobo semangat hidup. Melainkan hasil olah pikir dan olah rasa yang melahirkan pembaruan dari langkah manusiawi yang akan dijejak. Manusia itu tercipta dari tanah maka sifat-sifat tanah tentu bisa jadi acuan.

Sebutlah 4 unsur kehidupan itu air, api, angin dan tanah, hanya diatas tanah ketiga unsur yang lain bisa terlihat eksis. Kekuatan air dalam wujud tsunami hanya bisa terlihat ketika merangsek keatas tanah. Kekuatan angin dalam wujud tornado atau puting beliung, nyata terlihat kuat ketika menerbangkan segala sesuatu yang berada diatas tanah. Begitupun kekuatan api, melegenda ketika membakar dan hanguskan objek-objek yang muncul diatas tanah.

Sifat tanah yang utama adalah sabar. Sebagai makhluk yang berbahan dasar tanah sudah seharusnya kita menguatkan kembali unsur-unsur tanah dalam diri kita.

Sabarnya manusia adalah sabarnya tanah. Bagaimana mungkin virus bisa eksis bila tak menghinggapi manusia. Sementara peradaban bisa muncul karena Tuhan menciptakan mahluk sempurna yang berakal dalam wujud manusia yang manusiawi.***