Oleh Teten Sudirman
Mantan Pegawai Pemkab dan Pemkot Tasikmalaya
Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN) kini telah disahkan dengan persetujuan Pemerintah Presiden) dan Legislatif (DPR) menjadi UU IKN pada 18 Januari 2022. Bahkan sekaligus dengan pemberian nama IKN-nya, yakni Nusantara.
Kontroversi serta polemik yang muncul sebagai bentuk penolakan atas kebijakan itu tidak menggoyahkan pengesahannya. Hal tersebut dikarenakan proses politiknya didukung oleh mayoritas fraksi di DPR RI, kecuali hanya fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berani menolaknya.
Adapun salah satu alasannya karena prosesnya dinilai tergesa-gesa, hanya memerlukan waktu sekitar 40 hari lebih. Sedangkan proses pembahasan RUU lain biasanya memerlukan waktu berbulan-bulan, bahkan ada yang tahunan.
Bahkan pengambilan keputusannya pun pada rapat yang memakan waktu hingga 16 jam melewati tengah malam serta diputuskan pada saat dini hari.
Pihak lain yang tidak setuju dengan pengesahan UU IKN ini, dengan alasan antara lain momentumnya tidak tepat. Kondisi negara saat ini masih dalam keadaan serba sulit, baik sektor sosial ekonomi maupun sektor lainnya. Untuk dana pembangunan, negara kita masih mengandalkan bantuan dari negara lain, baik dalam bentuk investasi maupun pinjaman luar negeri.
Sehingga dikhawatirkan jika negara sudah terlilit utang yang menggunung, maka keutuhan serta keselamatan NKRI akan terancam. Sebagaimana telah dialami oleh beberapa negara di dunia ini. Akhirnya kelompok pemodallah yang nantinya akan diuntungkan dengan memaksakan pembangunan IKN baru di luar kemampuan sendiri.
Nama IKN Baru Nusantara
Terus terang saja, penulis termasuk salah seorang yang tidak setuju atas pemberian nama IKN baru dengan sebutan Nusantara. Adapun alasannya, sejak penulis belajar di bangku Sekolah Rakyat/SR dulu (sekarang Sekolah Dasar/SD), kata Nusantara adalah sebutan lain untuk wilayah negara Indonesia.
Nusantara berasal dari dua kata, yakni Nusa dan Antara yang artinya pulau-pulau (nusa) yang terletak atau berada di antara dua benua (Asia dan Australia) serta dua samudra atau lautan (Hindia dan Fasifik).
Bahkan nama Nusantara konon telah dikenal sejak jaman Kerajaan Singasari dan Majapahit dahulu. Malahan pengertiannya pun kala itu lebih luas lagi mencakup Singapura, semenanjung Malaya dan Philipina.
Untuk pemberian nama IKN baru kita perlu belajar dari para pendahulu kita di negeri ini. Pada umumnya nama-nama kota itu menggunakan akhir kata Pura atau Karta. Sebagai contoh, kita mengenal nama kota Jayakarta (jadi Jakarta), Jogyakarta, Surakarta, Purwakarta. Lalu ada nama kota Jayapura, Martapura, Tanjungpura, Sukapura bahkan ada Singapura.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, jika boleh penulis usul dan memungkinkan untuk adanya perubahan nama dari yang telah ditetapkan pada UU IKN tersebut, penulis memilih nama Kartapura untuk pengganti Nusantara. Dengan alasan pengambilan kata Karta dari penggalan nama kota asal yakni Jakarta atau Jayakarta, sedangkan kata pura sebagai sebutan khas akhir nama kota.
Penetapan nama IKN Baru itu harus benar-benar mempertimbangkan berbagai masukan dari para ahli, ahli bahasa maupun ahli sejarah dan ahli bidang lainnya. Sementara yang ditetapkan sekarang ini, konon pilihan Presiden Joko Widodo dari sekitar 80 usulan yang masuk dalam pembahasan UU IKN tersebut.***
—- Support KAPOL with subscribe, like, share, and comment —-
Youtube : https://www.youtube.com/c/kapoltv
Portal Web: https://kapol.tv
Twiter : https://twitter.com/kapoltv
Facebook : https://www.facebook.com/kabar.pol
Instagram : https://www.instagram.com/kapol_id
Portal Inside : https://kapol.id/