OPINI

RKUHP: Jangan Jadi Pasal Karet

×

RKUHP: Jangan Jadi Pasal Karet

Sebarkan artikel ini

Ibnu Gifari Huda )*

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Begitu bunyi konstitusi kita, UUD 1945 Pasal 28E ayat (3). Kemudian diperkuat dengan Undang-Undang No.9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Namun hari ini masyarakat bersama mahasiswa dibuat tidak tenang dengan penyerahan RKUHP yang kini sedang dibahas oleh DPR karena draft RKUHP dinilai menyinggung hak kebebasan berpendapat di negara demokrasi ini.

Dalam RKUHP Pasal 353 tertulis, “Setiap orang yang di muka umum dengan lisan dan tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak Kategori II.”

Dilanjut dengan pasal berikutnya, “Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar atau memperdengarkan rekaman, atau menyebarluaskan melalui sarana teknologi informasi berisi penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, dengan maksud agar isi penghinaan tersebut diketahui atau lebih diketahui oleh umum dipidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Kategori III.”

Menurut Kementerian Hukum dan HAM kedua pasal penghinaan kepada kepala negara dan kekuasaan umum dalam RKUHP itu dirasa perlu demi menjaga kehormatan negara. Namun pada kenyataannya masih bias mengenai makna kritik dan penghinaan, dan itu menjadi ketakutan baru masyarakat Indonesia dalam upaya mengemukakan pendapat di muka umum.

Definisi penghinaan dalam RKUHP wajib diperjelas kembali untuk mengukur batas-batas antara penghinaan dengan kritik atau pendapat yang menjadi hak fundamental sebuah negara demokrasi. Jangan sampai terjadi istilah pasal karet yang nantinya dipakai untuk melanggengkan kekuasaan semata.

Belajar dari negara Thailand yang mempunyai aturan khusus Lese Majeste, untuk mempertahankan kehormatan pimpinan negara. Hukum yang mengatur bahwa, “Siapa saja yang menghina atau mengancam raja, ratu, keturunan atau kerabatnya, akan dikenai penjara maksimal lima belas tahun”.

Aturan ini akhirnya dimanfaatkan militer untuk membungkam oposisi atau bahkan sekedar membungkam suara kritis masyarakat.

Berdasarkan Equality before the law, bahwa semua sama di hadapan hukum. RKUHP ini jangan sampai menjadi senjata yang tajam untuk menaklukan kritik di kalangan bawah namun tumpul terhadap pemegang kekuasaan itu sendiri.

)* Mahasiswa Fakultas Pertanian Unsil