Oleh Dr. Maulana Janah, MA
Staf Pengajar Sosiologi pada Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Cipasung
Demokrasi secara langsung mempunyai prinsip mengutamakan peran sentral masyarakat dalam setiap proses politik. Karenanya, pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang mengakomodasi partisipasi masyarakat dalam setiap proses pengambilan kebijakan.
Dalam kajian ilmu politik hubungan antara masyarakat dan pemerintahan dinamakan fungsi representasi. Prakteknya konsep representasi itu bisa dipilah dan diberi label yang berlainan yang kerap dipertukarkan. Mandat adalah situasi dimana masyarakat memberikan dukungan mayoritas kepada pasangan kandidat sehingga bisa menjadi pemenang dalam pemilu.
Oleh karena itu, suara setiap pemilih mempunyai harga yang sama. Membujuk seorang yang terpelajar sama harganya dengan membujuk seorang buruh. Dalam demokrasi, kuantitas pemilih lebih utama dibandingkan dengan kualitas pemilih. Seorang kandidat menjadi menang dalam Pilkada karena jumlah pemilih, bukan kualitas dari pemilihnya.
Selanjutnya, terkait dengan peta sosial politik menuju tahun 2024 di Kota Tasikmalaya, partai politik dan sejumlah tokoh telah melakukan sosialisasi dengan menyodorkan calon kandidat kepala daerah.
Sampai saat ini, tokoh-tokoh yang disodorkan untuk pilkada 2024, hanya beberapa tokoh yang bersosialisasi. Mereka masih menimbang peluang untuk memastikan apakah akan maju atau tidak pada perhelatan tersebut. Hal ini didasarkan pada persoalan popularitas dan elektabilitas mereka yang masih sangat rendah. Dua hal tersebut, menjadi faktor penting untuk mengukur diterima atau tidaknya tokoh tersebut oleh masyarakat Kota Tasikmalaya.
Berawal dari Pileg 2024
Adanya perhitungan dan pertimbangan partai politik dalam melihat pilkada tahun 2024, didasari pada sejumlah alasan. Alasan pertama, terkait jadwal pemilu yang diserentakan. Partai politik melihat bahwa sebelumnya akan dilaksanakan terlebih dahulu pemilihan legislatif dan presiden. Dua pemilu tersebut akan menguras energi partai politik untuk memetakan tokoh maupun kader mereka yang akan maju pada pemilu legislatif 2024.
Berikutnya, alasan kedua, terkait dengan kader partai politik yang akan maju pada pilkada 2024. Sepanjang partai politik memiliki keberanian berdasarkan kajian yang matang, maka hal tersebut bisa diatasi dengan mulus dengan catatan memiliki stok kader yang memiliki kapasitas modal kultural dan modal sosial kapital yang memadai.
Selanjutnya, alasan ketiga, Undang-undang mensyaratkan bahwa yang bisa daftar ke KPU sebagai calon kepala daerah harus melalui saluran partai politik yang memiliki suara 20 persen. dan atau melalui jalur independen yang telah memenuhi persyaratan sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Di Kota Tasikmalaya sendiri, jika melihat hasil suara pemilu 2019 ditempati oleh Partai Gerindra, PPP, PDIP, Golkar, PAN, Demokrat, PKS, Nasdem, dan PBB. Persoalannya adalah, apakah partai yang selama ini ada di DPRD tersebut akan mampu bertahan dengan jumlah suara/kursi dewan saat ini?. Atau partai politik tersebut akan rontok dan tidak memiliki dukungan yang kuat dari masyarakat.
Alasannya karena masyarakat merasa dikhianati dengan munculnya berbagai kasus korupsi, asusila dan sejumlah kasus lainnya yang dilakukan oleh kader partai politik.
Dalam realitas yang lain, munculnya partai politik baru seperti Partai Gelora Indonesia yang mencoba menawarkan format baru wajah partai politik Indonesia, apakah akan menggerus ceruk suara mereka?. Setidaknya, Partai Gelora akan mengincar ceruk basis masa yang selama ini menjadi ladang rebutan partai-partai lama, baik basis masa islam, nasionalis, dan kiri.
Selanjutnya, partai politik baru lainnya adalah Partai Ummat. Partai ini, jika lolos verifikasi maka akan meramaikan persaingan ceruk di basis suara Islam modernis. Sebab, Partai Ummat dengan ketokohan Amin Rais yang pada awal reformasi menjadi pendiri PAN yang memiliki loyalis dan pendukung tersendiri.
Tokoh baru atau lama
Munculnya figur-figur baru menandakan bahwa kontestasi pilkada di Kota Tasikmalaya semakin sehat dinamis. Ini artinya partai politik telah mampu melahirkan estapeta kemimpinan sebagai bentuk regenerasi kepemimpinan politik di tingkat lokal.
Dalam sistem demokrasi partai politik harus menjadikan internal partainya sebagai miniatur nilai-nilai demokratis. Bukan sebaliknya, partai politik menjadi institusi yang sangat tidak demokratis atau feodalistik-hirarkis dalam konteks kepemimpinan daerah dan nasional yang sering dikendalikan oleh orang kuat yang ada dalam partai politik.
Diantara tokoh dan figur baru yang muncul di Kota Tasikmalaya adalah Viman Alfarizi, Ivan Dicksan, Muslim, dan Yanto Oce. Sementara pigur lama yang muncul adalah Aminudin Bustomi, Dede Muharam, Agus Wahyudin, M. Yusuf, dan Hendro Nugraha.
Seiring dengan perjalanan waktu, sangat mungkin ada figur lain yang muncul pada saat pilkada mulai menghangat nanti. Dan tentunya, dari kedua katagori tersebut “mungkin” tidak menjadi ukuran, apakah dapat diterima atau tidak tokoh-tokoh tersebut oleh masyarakat Kota Tasikmalaya?.
Dalam kajian yang lain, khusus untuk Kota Tasikmalaya, berdasarkan hasil pilkada sebelumnya, tokoh yang menjadi walikota berasal dari partai PAN, yaitu H. Syarif Hidayat selama satu periode, kemudian PPP, yaitu H. Budi Budiman satu periode lebih, dan Golkar, yaitu HM. Yusuf yang melanjutkan sisa kempimpinan H. Budi Budiman.
Oleh karena itu, catatan pilkada di Kota Tasikmalaya tidak terlepas dari pertarungan antara partai-partai yang telah melahirkan walikota tersebut.
Lalu bagaimana Partai diluar PAN, PPP, dan Golkar?. Mari kita cermati tentang PDIP terlebih dahulu.
PDIP memiliki kekuatan yang cukup signifikan jika dilihat dari jumlah suara dan jumlah kursi di parlemen, atau juga PDIP Kota Tasikmalaya diuntungkan dengan kondisi dan situasi nasional yang sedang berkuasa. Meskipun di Kota Tasikmalaya, partai moncong putih ini belum pernah merasakan lezatnya kekuasaan di tingkat eksekutif.
Tetapi bukan berarti tanpa prestasi, PDIP sejak reformasi bergulir khususnya di Kota Tasikmalaya telah banyak mengantarkan tokoh-tokohnya ke wilayah legislatif baik ditingkat Daerah, Provinsi dan Pusat. Oleh karena itu, bagi PDIP pikada 2024 merupakan momentum yang baik untuk mendorong kader terbaiknya untuk masuk pada deretan tokoh papan atas yang patut diperhitungkan dalam pilkada 2024 nanti.
PDIP bisa menjadi lokomotif untuk membangun suatu koalisi Partai nasionalis dan Islam. Apakah dengan PPP, PKS, PKB, PBB dan PAN. Kemudian juga PDIP bisa membangun koalisi nasionalis seperti dengan Golkar, Demokrat, Gerindra dan Nasdem.
Meskipun demikian, ada sejumlah catatan, misalnya di Kota Tasikmalaya koalisi partai nasionalis masih belum bisa menang dalam catatan 3 pilkada terakhir atau kurun waktu selama 15 tahun. ***