KABAR PEDESAAN

Regenerasi, Beras Organik dan Peningkatan Kesejahteraan Petani Dari Pamarican

×

Regenerasi, Beras Organik dan Peningkatan Kesejahteraan Petani Dari Pamarican

Sebarkan artikel ini
Sebanyak puluhan pelajar setingkat SD melakukan panen padi organik di Dusun Kubangsari Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican Kab Ciamis, Senin (28/4/2025).*

KAPOL.ID –
Sebanyak puluhan pelajar di Desa Bangunsari Kecamatan Pamarican Kabupaten Tasikmalaya ikut memanen padi organik, Senin (28/4/2025).

Berbagai proses seperti penanaman, pemupukan juga dikuti siswa yang duduk di bangku sekolah dasar tersebut.

“Seperti diketahui, jumlah petani semakin sedikit. Kita melibatkan anak-anak untuk memperkenalkan cara bertani.”

“Mudah-mudahan bisa menjadi generasi penerus, karena sangat berperan dalam ketahanan pangan,” kata Sohidin Heryanto dari Kelompok Tani Parikesit, Dusun Kubangsari.

Tak hanya sekadar bertani konvensional, kelompoknya juga menggeluti padi organik hampir satu dekade. Sebuah upaya mengembalikan kesuburan tanah dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Saat ini, 24 hektar lahan sudah ditanami petani padi dengan sistem organik. Dan menjanjikan kesejahteraan dari biaya operasional yang lebih ekonomis dengan harga jual maksimal.

“Sistem organik, tentunya dengan pupuk organik pula. Alhamdulillah bantuan peralatan dan bangunan dari Bank Indonesia Tasikmalaya dapat memaksimalkan tujuan pertanian organik,” ujarnya.

Sejak tahun 2022, kelompok tani yang anggotanya berjumlah lebih dari 50 orang dapat memproduksi lebih masif pupuk organik. Dari sebelumnya yang dilakukan secara manual.

“Awalnya kita itu patungan membeli bahan baku dari limbah yang ada di lingkungan seperti air cucian beras. Warga setempat juga mendapat barokahnya dari produksi pupuk. Satu liter dihargai Rp 1.000.”

“Sekarang sudah dapat menggunakan mesin pencacah dan huler dan Bank Indonesia, kapasitas produksi meningkat,” ujarnya.

Beras organik

Sementara itu, dari produksi beras organik petani meraup cuan lebih besar dari sistem konvensional. Bukan hanya harga beras, juga biaya operasional yang lebih ringan.

Satu hektar lahan, sekali tanam dengan sistem organik petani membutuhkan biaya Rp 12 juta. Sedangkan konvensional lebih dari itu. Pertanian organik juga, lanjut dia, lebih tahan hama.

“Harga terima beras juga punya selisih Rp 2000 per kilogramnya lebih tinggi. Satu hektar lahan dapat produksi hingga 7-8 ton, sementara konvensional 5-6 ton.”

“Otomatis hasil dari pertanian organik lebih besar dari pertanian konvensional. Dalam beberapa tahun kedepan juga mudah-mudahan luasan pertanian organik bisa bertambah lagi 40 hektar.” katanya. ***