Oleh Ilham Abdul Jabar
Guru Kelas Mahasiswa Pondok Pesantren Al Hikmah Mugarsari Kota Tasikmalaya
Kitab Bughyatul Mustarsyidin karya Al allamah Sayyid `Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain bin `Umar al-Masyhur. Kitab ini merupakan ringkasan dari kumpulan fatwa para ulama’ Fiqih Syafi’iyyah.
Untuk bisa memahami kitab ini, bukan hanya dibutuhkan ilmu gramatika Bahasa Arab saja, ketelitian dan kehatihatian pun diperlukan. Bagaimana tidak, Sayyid Abdurrahman dalam kitabnya ini membuat inisial nama ulama, mungkin agar lebih simpel dan fokus ke pokok pembahasan. Berikut nama nama Ulama dan Inisialnya;
Imam Abdullah Bafaqih, ditulis ب,
Imam Abdullah bin Yahya, ditulis ي ,
Imam Alawy bin Tsaqaf bin Muhammad al-Jafri, ditulis ج ,
Imam Muhammad bin Abi Bakar al-Asykhari al- Yamani, ditulis ش ,
Imam Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madany, ditulis ك.
Hapalkan dan jangan lupa ya. Karena di dalam kitab karya mufti negeri Hadhramaut Yaman ini pendapat lima ulama di atas akan diambil dan acap kali berseberangan dengan satu sama lainnya.
Di samping itu pula, dalam kitab ini, pasti kerap kali kita menemukan kalimah فائدة (manfaat) guna untuk menunjukkan bahwa fatwa yang dikeluarkan mempunyai beberapa faidah yang sangat baik nuntuk diketahui khalayak.
Masih dalam kitab itu juga, ada tambahan catatan-catatan lain dalam sistematika penulisan kitabnya, misal ;
Jika dalam suatu masalah terdapat dua ulama atau lebih yang menyepakatinya maka ia tuliskan satu persatu siapa saja ulama’ yang menyepakati, sesuai dengan simbolnya masing-masing. Sedangkan jika ada salah satu ulama yang menambahkan pemahaman lain atau sedikit berbeda, maka, ia menuliskannya dengan kata كذا فلان زاد atau كذلك خالف
Jika dalam suatu masalah terdapat qayyid (kaitan) atau khilaf (perbedaan), sedangkan imam yang memberi fatwa belum menyebutkannya, maka ia menambahkan simbol اھـ di akhir kalimat, lalu ia tambahkan keterangan qayyid atau khilaf dari tersebut dengan sebelumnya menyebut kata قلت agar pembaca mengetahui dari mana keterangan tambahan tersebut bermula.
Terkahir saya berpesan kepada pembaca yang budiman, ilmu itu tolak ukur kita beragama, jika ilmu yang kita temukan, yang kita dapat dan yang kita amalkan, dari orang yang benar. Maka, benar pula agama kita. Namu jika sebaliknya ? wallahu a’lam (tuhan yang lebih tahu).
إِنَّ هَذَا الْعِلْمَ دِينٌ ، فَانْظُرُوا عَمَّنْ تَأْخُذُونَ دِينَكُمْ
“Sungguh agama (Islam) ini adalah ilmu, maka perhatikanlah darimana kalian mengambil (ilmu) agama kalian.”[Abu Abdillah Muhammad bin Sa’id bin Ruslan, Fadhlul ‘Al ilmi Wa Adaabu Tholabihi Wa Thuruqu Tahshiilihi Wa Jam’ihi, hal.128]. Wallahu a’lam bil muradihi.***