Membuang makanan yang tidak dimakan mungkin tampak seperti fenomena kecil pada jika dibandingkan dengan masalah lain, tetapi pada kenyataannya hal tersebut juga berbahaya. Saat kita membuang makanan, kita juga membuang sumber daya berharga yang digunakan untuk memproduksi makanan itu. Ini termasuk penggunaan tanah dan sumber daya alam, juga biaya sosial terhadap lingkungan dan keanekaragaman hayati. Limbah makanan menyumbang 1/3 dari semua emisi gas rumah kaca yang disebabkan manusia dan menghasilkan 8% gas rumah kaca setiap tahun. Dengan statistik ini, menjadi pekerjaan rumah yang besar untuk mengurangi pencemaran lingkungan ini. Pencegahan pengurangan limbah makanan juga disorot sebagai salah satu dari tiga tindakan penting yang perlu diambil dalam mengubah sistem pangan dalam laporan United Nations Environment Programme dalam Global Environment Outlook-6 di tahun 2019.
PEMBAHASAN
Limbah makanan memiliki istilah lain dalam Bahasa Inggris, yaitu “food loss” dan “food waste”. Meskipun istilah ini mungkin cukup jelas, “food loss” mengacu pada makanan yang hilang pada tahap awal proses produksinya, sedangkan “food waste” merujuk pada makanan yang dikonsumsi manusia, tetapi dibuang karena alasan yang beragam. Menurut United Nation’s Food and Agriculture Organization (FAO), limbah makanan mengacu pada penurunan kuantitas atau kualitas makanan yang dihasilkan dari keputusan dan tindakan oleh pengecer, penyedia layanan makanan, dan konsumen. Limbah makanan diproduksi melalui beberapa tahapan, mulai dari bahan dasar makanan yang ditanam, diproses, disortir, dikemas, diangkut, dipasarkan, dan akhirnya dijual. Ketika kita menganalisanya, sisa makanan dapat diidentifikasi, dan terjadi di semua tahapan selama produksinya. Oleh karena itu, setiap kali makanan terbuang, semua sumber daya yang digunakan dalam setiap langkah produksi juga terbuang, sehingga biaya sosial menjadi lebih tinggi.
Proses produksi sebagai kerangka rantai dapat diidentifikasi letak masalah limbah makanan terhadap lingkungan. Fase awal atau tahap hulu, dari kerangka rantai produksi, dimulai dari bahan dasar makanan yang ditanam, dipanen, diproses, dan dikirim untuk dijual. Fase selanjutnya atau tahap hilir, makanan tersebut dikirim ke pasar perdagangan lalu disortir lagi makanan yang layak untuk dijual dan dikonsumsi, hingga pada saatnya sampai ke tangan konsumen. Fase terakhir atau tahap muara, makanan yang telah sampai ke tangan konsumen itu diproduksi untuk kemudian menjadi makanan konsumsi pribadi atau makanan cepat saji yang dijual lagi. Pada setiap fase, pasti akan membuang makanan ketika dilakukannya pemilihan dan pemilahan makanan. Semakin banyak makanan terbuang di sepanjang fase kerangka rantai, semakin besar dampak lingkungannya, dan semakin banyak energi serta sumber daya alam yang dibutuhkan dalam proses produksi makanan.