BIROKRASI

Wamenkes: Program SPPG Tumbuh Pesat dalam Dua Bulan Terakhir

×

Wamenkes: Program SPPG Tumbuh Pesat dalam Dua Bulan Terakhir

Sebarkan artikel ini
Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus

KAPOL.ID – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin Paulus Octavianus meninjau dapur Sentra Pemberian Pangan Gizi (SPPG) Gegerkalong, Bandung, Selasa (21/10).

Kunjungan ini dilakukan untuk memastikan kesiapan fasilitas dan standar keamanan pangan dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

“Tujuan kami menilai kesiapan fasilitas, mulai dari alur distribusi makanan, proses pencucian food tray, penanganan bahan makanan, waktu pemasakan, hingga ketepatan waktu penyajian. Semua proses harus memenuhi standar keamanan pangan guna mencegah risiko keracunan,” ujar Benjamin di sela peninjauan.

Menurutnya, dari 514 kabupaten/kota di Indonesia, kasus keracunan hanya terjadi di 112 titik.

“Artinya, sekitar 400 kabupaten/kota tidak mengalami insiden keracunan. Dari 1,4 miliar piring makanan yang disalurkan, hanya 14.341 anak yang mengalami keracunan. Itu sangat kecil secara persentase,” tegasnya.

Program SPPG sendiri tumbuh pesat dalam dua bulan terakhir.

“Sejak Agustus hingga September, jumlah SPPG meningkat dari 2.000 menjadi 9.000. Jadi wajar kalau ada sedikit gangguan di awal. Saya sempat bertanya ke petugas, kaget nggak cuci 3.000 piring sekaligus? Ya jelas kaget. Tapi lama-lama mereka terbiasa,” ujarnya sambil tersenyum.

Benjamin menyebut, kendala kerap muncul di tahap awal, terutama bagi operator SPPG yang belum memiliki pengalaman di bidang kuliner.

“Kadang yayasan sosial ingin berkontribusi, tapi belum punya jam terbang. Maka pendampingan dan pelatihan jadi penting,” katanya.

Hingga kini, dari 36,7 juta anak penerima MBG, hanya 145 anak dilaporkan mengalami gangguan kesehatan—13 di Kabupaten Bandung dan 142 di Maluku.

“Angka ini sangat kecil. Kita terus bergerak menuju target zero accident,” tegas Benjamin.

Yang membanggakan, SPPG Gegerkalong sudah memiliki sistem pencatatan alergi anak. “Jadi makanan bisa disesuaikan agar tidak memicu reaksi alergi. Ini luar biasa. Artinya ahli gizi di sini bertanggung jawab,” katanya.

Ke depan, Kemenkes berencana menambah tenaga ahli sanitasi lingkungan di setiap SPPG. Namun, Benjamin mengakui tantangan utama adalah ketersediaan SDM. “Bidang ini relatif baru, jadi mencari ahlinya tidak mudah,” jelasnya.

Untuk wilayah Bandung, program MBG telah menjangkau 62% siswa di Kota Bandung dan 500 ribu anak atau sekitar 35% di Kabupaten Bandung. “Kita tidak bisa memaksa terlalu cepat karena bisa menimbulkan risiko, seperti keracunan,” ujarnya.

Benjamin menegaskan, sertifikasi menjadi syarat wajib bagi SPPG baru. “Kalau belum lolos verifikasi Dinas Kesehatan, belum boleh melayani masyarakat,” katanya. Saat ini sudah ada 428 SPPG bersertifikat, sementara 2.500 lainnya masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.

“Ibu Tin dari Kemenkes tiap malam memberi saya laporan. Minggu depan kemungkinan sudah naik jadi 600–700 SPPG bersertifikat,” ujarnya.

Ia meminta masyarakat bersabar jika sekolah belum menerima program MBG. “Ini bukan karena dana kurang, justru ada anggaran yang dikembalikan karena implementasi harus sesuai kesiapan. Menyediakan makanan untuk 3.000 anak bukan hal mudah, meski dana tersedia. Kita harus realistis,” tegasnya.

Dengan capaian 36,7 juta anak penerima manfaat, atau hampir 50% dari target nasional, Benjamin optimistis program MBG akan terus berkembang. “Ini capaian luar biasa, tapi kita tetap harus jaga mutu sambil memperluas jangkauan,” pungkasnya.

Pemerintah terus memperkuat kebijakan pemenuhan gizi bagi pelajar melalui pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah. Salah satunya Dapur SPPG Gegerkalong, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, yang kini menyalurkan lebih dari 3.000 porsi makanan bergizi setiap hari untuk siswa PAUD hingga SMA.

Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah meningkatkan ketahanan gizi anak usia sekolah sekaligus mengedukasi masyarakat soal pola makan sehat. Dapur SPPG Gegerkalong menjadi salah satu unit yang sudah beroperasi penuh sejak tiga minggu lalu, dengan 3.184 penerima manfaat di 26 sekolah.

Kepala Dapur SPPG Gegerkalong, Muhammad Rizki, mengatakan dapur tersebut dirancang untuk menjamin setiap anak mendapat asupan gizi seimbang sesuai jenjang pendidikan.
“Distribusi dilakukan dua kali sehari, pagi dan siang. Kami memastikan makanan dikirim dalam kondisi hangat dan aman dikonsumsi,” ujarnya, Selasa (21/10).

Menurut Rizki, pengolahan dimulai sejak dini hari. Setiap hari, sekitar 2.000 porsi dikirim pada pagi hari dan 1.000 porsi pada siang hari. Bahan baku diperoleh dari pemasok lokal dan diperiksa oleh ahli gizi sebelum diolah.

Kebijakan operasional dapur juga memperhatikan pemberdayaan masyarakat. Sebanyak 50 orang terlibat dalam aktivitas dapur, mayoritas warga sekitar. Mereka dibekali pelatihan dasar pengolahan makanan sehat serta tata kebersihan.

“Untuk posisi koki tetap ada syarat sertifikasi. Namun untuk tugas pendukung seperti pencucian wadah, kami libatkan ibu rumah tangga yang ingin menambah penghasilan,” tutur Rizki.

Ia menambahkan, menu disusun oleh ahli gizi sesuai standar kebutuhan harian anak sekolah. “Rasa tetap jadi pertimbangan. Anak-anak harus menikmati makanan bergizi agar tidak bosan,” katanya.

Ke depan, program SPPG tidak hanya menyasar pelajar. Pemerintah berencana memperluas jangkauan kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. “Kami menyiapkan 500 porsi tambahan untuk tahap ketiga agar cakupan penerima manfaat semakin luas,” ungkapnya.

Program ini diharapkan menjadi model kebijakan gizi nasional yang tidak hanya fokus pada bantuan pangan, tetapi juga pembangunan sistem layanan gizi berkelanjutan di setiap wilayah. ***